Channel9.id, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan optimistis bahwa penerapan bensin beretanol 10% (mandatory E10) akan membantu menekan ketergantungan Indonesia pada impor bensin. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa impor bensin masih mencapai sekitar 22,8 juta kiloliter (KL), sementara kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 13,84 juta KL.
“Program mandatori bioetanol bertujuan mengurangi impor bensin,” jelas Eniya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (11/11/2025). Ia menjelaskan, penerapan campuran bioetanol 5% atau E5 sebelumnya telah menurunkan impor bensin sekitar 5%.
Kewajiban pencampuran etanol sebenarnya telah diatur sejak 2008 melalui Permen ESDM Nomor 32/2008, yang menetapkan porsi minimal 1%. Aturan tersebut kemudian direvisi, terakhir melalui Permen ESDM Nomor 12/2015. Pada 2023, Kementerian ESDM mulai mendorong uji pasar (market trial) bioetanol oleh Pertamina melalui produk Pertamax Green 95, yang memadukan 5% etanol pada bensin.
“Pertamax Green 95 saat ini sudah tersedia di 146 SPBU yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta,” ujar Eniya. Ia memperkirakan kebijakan E10 dapat mulai diterapkan pada 2028 atau bahkan lebih cepat. Tahapan implementasi akan dituangkan dalam keputusan menteri sebagai turunan dari Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2025. Pemerintah kini menyiapkan ketersediaan bahan baku dan skema pelaksanaannya.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa suplai etanol akan berasal dari bahan baku nabati seperti singkong, jagung, dan tebu. Proses penanaman hingga pengolahan diperkirakan membutuhkan waktu 1,5–2 tahun.
“Kebutuhan etanol pada 2027 diperkirakan mencapai 1,4 juta ton,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Untuk mempercepat realisasi E10, Indonesia juga bekerja sama dengan Brasil, salah satu produsen etanol terbesar dunia. Keberhasilan Brasil menerapkan campuran etanol 30% dalam bensin dinilai bisa menjadi rujukan penting bagi Indonesia. Bahlil mengungkapkan adanya peluang investasi dari pihak Brasil.
“Kami sudah menandatangani MoU dan berdiskusi. Peluang investasi mereka cukup besar,” katanya.





