Channel9.id – Jakarta. Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Sipil, mendesak Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Surakarta, segera melakukan proses penegakan hukum terhadap pelaku penyerangan kegiatan Midodareni di Solo, Sabtu (8/8) malam.
“Kami mendesak agar Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Surakarta segera melakukan proses penegakan hukum terhadap siapapun yang melakukan kekerasan karena perbedaan keyakinan tersebut,” kata salah satu anggota Masyarakat Sipil, Jeirry Sumampow berdasarkan keterangan resmi, Senin (10/8).
“Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa prinsip negara kita yang menjamin bahwa semua warga negara sama di mata hukum, bebas untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan keyakinan masing-masing harus berdiri tegak. Ia tidak boleh dikurangi, ataupun dicurangi. Karena itulah salah satu prinsip penting dalam negara kita yang dijamin secara konstitusional,” lanjutnya.
Menurut Jeirry, tindakan kekerasan karena perbedaan keyakinan terjadi berulang kali di Indonesia. Di saat yang sama, elite bangsa berulangkali mengajak masyarakat tak boleh kalah menghadapi penganggu toleransi bangsa. Namun, kenyataannya, negara terlihat santai menyikap sejumlah peristiwa tersebut, terutama peristiwa yang terjadi di Solo.
“Oleh karena itu, kami sebagai masyarakat Indonesia menyatakan mengecam keras pelaku kekerasan atas dasar perbedaan keyakinan yang terjadi di Solo pada Sabtu tanggal 8 Agustus kemarin. Keyakinan apapun, tidak boleh jadi dasar bagi warga negara untuk melakukan kekerasan, atau mengambil tindakan perusakan, dan juga ancaman atau intimidasi,” kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) tersebut.
Menurut Jeirry, keyakinan apapun memiliki hak hidup di Indonesia asal tidak bertentangan dengan Pancasila atau konstitusi negara. Karena itu, tindakan kekerasan atas dasar berbeda keyakinan tak bisa dibenarkan.
“Bahkan pada keyakinan yang bertentangan dengan Pancasila atau konstitusi kita sekalipun, tidak diperkenankan adanya tindakan kekerasan atas mereka,” ujarnya.
Masyarakat Sipil pun menyesalkan sikap dan tindakan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini.
Dalam berbagai berita disebutkan bahwa saat kejadian tersebut, petugas dari aparat penegak hukum berada di lapangan. Tapi, entah kenapa kejadian kekerasan seperti ini tetap dapat terjadi bahkan di hadapan petugas keamanan sekalipun.
“Dan lebih mengecewakan adalah sudah lebih dari 24 jam peristiwa dimaksud berlalu, belum ada terdengar langkah aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum. Padahal, kasus kekerasan ini terjadi di hadapan aparat penegak hukum. Maka sangat mengecewakan setelah lebih dari 24 jam, tak terdengar adanya upaya penegakan hukum atas peristiwa ini,” katanya.
Adapun desakan tersebut disampaikan oleh Ray Rangkuti, Omi Komaria Madjid, Prof. Musdah Mulia, Jeirry Sumampow, Alida Astarsis, Sulhan Askandar, Jojo Rohi, Ari Nurcahyo, August Mellaz, Fachrurozi Majid, Adinda Tenriangke Muchtar, Indah Ariani, Junaidi Simun, Latri M. Margono, Rasyid Nasution, Muh. Ikhsan AR, S. Rubaida, Aulia Akualani, Adinda Bunga Syafina, dan Alamsyah M. Dja’far.
Diketahui sebelumnya, sekitar dua ratus orang menyerang acara Midodareni yang tengah berlangsung di kediaman almarhum Segaf Al-Jufri, Jl. Cempaka No. 81 Kp. Mertodranan Rt 1/1 Kel/Kec. Pasar Kliwon Kota Surakarta, Sabtu, (8/8) malam.
Midodareni sendiri merupakan tradisi yang banyak dilakukan masyarakat Jawa tuk mempersiapkan pernikahan.
Dalam persitiwa ini, ratusan orang tiba-tiba mendatangi lokasi dan memaksa tuan rumah membubarkan acara tersebut. Mereka juga merusak sejumlah mobil dan memukul beberapa anggota keluarga. Sembari meneriakkan takbir, penyerang meneriakkan bahwa Syiah bukan Islam dan darahnya halal.
Adapun, tiga orang dilaporkan menjadi korban tindakan brutal kelompok tersebut, sehingga harus menjalani perawatan medis akibat luka-luka yang diderita.
(HY)