M. Azis Nasution
Tanpa aliran listrik, maka semua perangkat teknologi dan turunannya tidak berfungsi.Mulai dari komputer, handphone, jaringan internet tidak bisa digunakan. Transaksi elektronika, pembayaran kartu kredit, Go pay, Ovo dan sebagainya sama saja.
Saya tadi malam juga mencoba transaksi elektronika via kartu kredit. Ketika listrik sudah menyala, saya melakukan pembelian melalui sebuah toko online. Saat barang yang mau dibeli sudah dipesan, sayapun melakukan proses pembayaran dengan kartu kredit.
Setelah semua kolom pembayaran terisi, maka otoritas pemilik kartu kredit mengirimkan OTP dengan digit tertentu untuk memvalidasi pembayaran. Biasanya dalam hitungan detik OTP terkirim, namun setelah ditunggu tidak terkirim-kirim.
Alhasil saya menghubungi Customer Service (CS) untuk menanyakan kenapa OTP tidak terkirim. Jawaban dari CS, karena kondisi listrik masih mati, belum semua wilayah bisa menyala. Operator tidak bisa mengirimkan OTP, dan saya diminta kembali untuk transaksi keesokan harinya.
Sebuah pengalaman sederhana, betapa kita sudah sangat tergantung kepada energi listrik.
Beberapa waktu terakhir ini di media jejaring sosial juga beredar sebuah tulisan yang menarik soal dampak bencana terhadap pembayaran elektronika. Ketika Sapporo, Jepang diguncang gempa hebat, penduduk berbondong bondong pergi ke supermarket untuk memborong kebutuhan pokok dan perlengkapan hidup.
Namun, beberapa korban yang biasanya menggunakan ponsel sebagai alat bayar kehilangan kemampuan membayar dan tidak dapat membeli apa yang mereka butuhkan.
Pada 6 September, diskusi anonim di forum anonim Forum Jepang menunjukkan artikel tentang pembayaran elektronik gila. “Sapporo yang hanya menggunakan pembayaran elektronik sudah selesai!” “, kata artikel itu:
Kisah ini bermula dari pengguna yang biasanya menggunakan Apple Pay (Pingguo pay).Pada dini hari, setelah gempa kuat, Sapporo mengalami pemadaman listrik yang besar. Dia memeriksa kulkas di rumahnya dan menemukan bahwa hanya susu dan mayones yang tersisa.
Dia bergegas ke supermarket untuk membeli bahan-bahan hidup. Ketika dia tiba di supermarket, dia menemukan bahwa dia tidak punya uang tunai sama sekali. Dia mengambil iPhone dengan hanya 62% dari baterai dan melihat layar Apple Pay di ponselnya. Dia merasa gelisah.
Ketika antrian berbondong-bondong, petugas mengatakan kepada saya bahwa dia tidak bisa menggunakan pembayaran elektronik. Dia tidak bisa menggunakannya di tempat lain.
Pukul tujuh malam itu, dia duduk sendirian di rumah, lapar. Karena uang tunai tidak dapat diambil, kekuatannya belum pulih, dan ada perasaan bahwa semuanya sudah selesai.
Pada bulan Februari tahun ini, Gubernur bank sentral Swedia, Stefan Ingves memperingatkan. Dia mengatakan bahwa masyarakat tanpa uang tunai tidak terkendali dalam menghadapi perang atau bencana alam, dan sistem sosial dan keuangan yang besar akan runtuh dalam sekejap.
“Fungsi pembayaran” adalah salah satu dari empat fungsi yang harus dimiliki uang. Pembayaran tanpa uang tunai hanya merupakan pelengkap dari “fungsi pembayaran” karena tidak dapat diganti dengan kondisi dasar tertentu (listrik, jaringan, stasiun pangkalan, dll.).
Sapporo masih beruntung. Gempa bumi memberi setiap orang pelajaran dan dapat dengan benar memahami pembayaran tunai dan pembayaran tanpa uang tunai.
Jika perang skala besar pecah dan ada pemutusan jangka panjang atau pemadaman listrik, permasalahan itu akan menjadi lebih serius.Jangan bangga dengan saldo dalam jumlah besar di uang elektronik, isi secukupnya. Uang cash lebih berharga pada saat kondisi yang tidak normal.
*Jurnalis Channel9.id tinggal di Depok.