Channel9.id, Jakarta. Nilai tukar rupiah memulai perdagangan awal pekan dengan tekanan terbatas, meski dolar Amerika Serikat (AS) justru menunjukkan pelemahan. Kondisi ini mencerminkan sikap pasar yang masih berhati-hati terhadap prospek kebijakan moneter global dan dinamika ekonomi domestik.
Berdasarkan data Bloomberg hingga pukul 09.05 WIB, Senin (15/12/2025), rupiah dibuka melemah 7 poin atau 0,04% ke level Rp16.653 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terkoreksi 0,04% ke posisi 98,36.
Pergerakan rupiah tersebut berbeda dengan mayoritas mata uang Asia yang justru menguat. Yen Jepang naik 0,12%, won Korea Selatan menguat 0,09%, baht Thailand bertambah 0,05%, sementara ringgit Malaysia mencatat penguatan paling besar di kawasan dengan kenaikan 0,24%.
Direktur PT Traze Andalan Futures Ibrahim Assuaibi menilai tekanan terhadap dolar AS dipicu oleh data ekonomi Amerika Serikat yang melemah. Klaim pengangguran awal AS untuk pekan yang berakhir 6 Desember tercatat naik signifikan menjadi 236.000, dari revisi pekan sebelumnya sebesar 192.000. Data ini memperkuat persepsi bahwa pasar tenaga kerja AS mulai melunak.
Selain itu, keputusan The Federal Reserve memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin ke kisaran 3,50%–3,75%, level terendah dalam tiga tahun, turut menekan dolar AS. Meski demikian, sinyal kehati-hatian dari bank sentral AS terkait potensi jeda pelonggaran lanjutan—di tengah inflasi yang masih relatif tinggi—membuat pelaku pasar menahan agresivitasnya.
Dari dalam negeri, perhatian pasar tertuju pada langkah pemerintah menyiapkan paket kebijakan ekonomi khusus untuk pemulihan wilayah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kebijakan tersebut mencakup penghapusbukuan hingga restrukturisasi kredit usaha rakyat (KUR), yang dinilai dapat menopang aktivitas ekonomi daerah dan menjaga stabilitas sektor keuangan.
Ibrahim memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah terbatas pada perdagangan hari ini, di kisaran Rp16.640 hingga Rp16.700 per dolar AS, seiring pasar menunggu kejelasan lanjutan arah kebijakan moneter global dan implementasi stimulus domestik.





