Oleh: Farhan Nugraha
Channel9.id – Jakarta. Dua puluh lima tahun sudah Mahbub Djunaidi meninggalkan kita semua. Rasa rindu akan kehadiran sosok beliau tentu menyelimuti tidak hanya keluarga tetapi seluruh warga pergerakan dan siapapun yang dengan sadar terinspirasi olehnya.
Beberapa tahun ke belakang, memang banyak tersebar catatan-catatan memoar tentang Mahbub Djunaidi. Terlebih di tahun 2016, Yayasan Omah Aksoro merilis film dokumenter berjudul “Mahbub Djunaidi” yang bisa diakses kapan saja melalui kanal Youtube.
Menurut Dwi Winarno (2020), yang merupakan produser film dokumenter “Mahbub Djunaidi”, saat ia berproses sebagai Ketua Kaderisasi Nasional PB PMII di tahun 2011-2014 masih cukup kering literatur ataupun topik pembahasan yang mengangkat kembali sosok Mahbub Djunaidi. Mengingat Mahbub sebagai ketua umum pertama PMII di kurun waktu 1960-1967, perkenalan kader PMII terhadap Mahbub hanya terbatas sampai di kemampuan menulis dan profesi lainnya sebagai jurnalis. Melalui film dokumenter tersebut, Yayasan Omah Aksoro mengangkat kembali memoar tentang Mahbub Djunaidi yang dituturkan langsung oleh sahabat seperjuangan dan beberapa kerabat dekat.
Mengingat Mahbub, tidak sebatas atas pergulatannya sebagai seorang penulis dan jurnalis. Lebih dari itu, Mahbub memiliki visi besar yang menjadi ciri dari setiap pemikirannya. Salah satu yang menarik adalah visi sosialisme seorang Mahbub.
Chalid Mawardi, adalah yang pertama memberikan klaim bahwa Mahbub Djunaidi merupakan seorang sosialis. Menurut Chalid Mawardi (2001:153), Mahbub adalah seorang yang memiliki visi sosialisme. Aktualisasi pemikiran tersebut tertuang dalam Deklarasi Tawangmangu (1961) dan lirik lagu Mars PMII yang dituliskan oleh Mahbub. Melalui Deklarasi Tawangmangu, Mahbub merumuskan sosialisme religius sebagai landasan kehidupan bernegara. Sosialisme religius dalam artian moral tidaklah lain daripada sosialisme yang berdiri secara khidmat di atas falsafah Pancasila, bersikap dan bertindak menurut tuntunan Allah SWT.
Karena sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, wajarlah bila Pancasila mendorong dan memberi tempat kepada sosialisme religius. Satu sikap sosialistis yang bersumber dari agama dan mendapat restu agama. Sesungguhnya Pancasila memiliki watak sosialistis yang tegas, dan sesungguhnya Islam juga memiliki watak sosialisme yang juga tegas (Mahbub 2001:138).
Melalui visi sosialisme religius, Mahbub Djunaidi berpandangan bahwa Pancasila adalah filosofi negara yang sosialistis, yang menolak kapitalisme, dan segala bentuk penindasan oleh negara. Dengan Pancasila dan Islam yang berpihak pada keadilan dan pemerataan, umat Islam seharusnya menyongsong masa depan yang lebih baik.
Untuk Mahbub Djunaidi, Alfatihah
Jakarta, 1 Oktober 2020
Penulis: Ketua Komisariat PMII UNJ