Nasional

Mendagri: Penanganan Banjir di Jabodetabekpunjur Dibutuhkan Kerjasama yang Terintegrasi

Channel9.id-Jakarta. Menteri Dalam Negeri  (Mendagri) Tito Karnavian menekankan penanganan banjir di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) tidak bisa dilakukan secara parsial. Menurutnya, hal tersebut mesti ditangani secara bersama dan terintegrasi.

Tito menjelaskan, kawasan  Jabodetabekpunjur  saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ia menyebut, Kabupaten Bogor yang merupakan wilayah tangkapan air atau hulu terjadi banjir. Akibatnya, daerah lainnya yang saling terhubung yakni daerah hilir akan ikut terdampak.

“Kita melihat bahwa penanganan ini tidak bisa dilakukan secara parsial, karena apa yang terjadi di daerah hulu berpengaruh besar terhadap daerah tengah dan daerah hilir. Apa yang dilakukan daerah hilir juga sangat penting karena berpengaruh juga kepada daerah-daerah yang lain, ” ujar Tito saat rapat virtual penandatanganan dokumen komitmen bersama penanggulangan banjir dan longsor di kawasan Jabodetabekpunjur, di Jakarta, Selasa (02/06).

Tito menyebut, masalah banjir dan longsor adalah salah satu bencana yang selama ini jadi masalah klasik di wilayah Jabodetabekpunjur. Ia pun mengingatkan peristiwa banjir yang pernah terjadi di kawasan tersebut.

“Kita ketahui berapa tahun terjadi banjir di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya bahkan di Bekasi, di Tangerang, Tangsel, di Depok, juga ada banjir. Di daerah lain di luar daerah ini juga banjir seperti di Kabupaten Bogor juga ada longsor di daerah- daerah hulu, “katanya.

Oleh karena itu, lanjut Tito, perlu dilakukan upaya dan kerjasama antar daerah, serta kegiatan  bersama untuk menangani itu.

Presiden Joko Widodo pun, kata dia, menaruh perhatian serius terhadap masalah penanganan banjir di Jabodetabekpunjur  Di  awal tahun lalu, Presiden sampai  melakukan rapat dengan memanggil langsung para kepala daerah  dan para menteri terkait.

“Bapak Presiden menyampaikan, perlu adanya kerjasama yang terpadu antara daerah-daerah hulu tengah dan hilir. Untuk itu sudah pernah kita inisiasi dari awal untuk melaksanaan rapat-rapat awal antara kementerian dan lembaga yang di pusat dan daerah dan kemudian Kemendagri  juga mendorong untuk komunikasi,  menjembatani antara langkah-langkah pusat dan daerah, ” ucap Tito.

Bagaimana pun, sambungnya, selain langkah dari daerah juga diperlukan  intervensi atau langkah-langkah dari pusat untuk mendukung kerjasama dan integrasi di daerah. Hanya melalui langkah-langkah integrasi ini upaya penanganan secara komprehensif bisa dilakukan.

“Oleh karena itulah, bentuk tim kecil yang diikuti oleh para pejabat teknis dimana Sekjen Kemendagri menjadi salah satu moderatornya. Rapat-rapat dilaksanakan secara teknis di hulu dikerjakan apa, siapa berperan apa, di tengah juga demikian. Juga di daerah hilir. Prinsip utama di bagian hulu adalah managemen area atau daerah tangkapan air ini betul-betul dapat difungsikan terutama masalah penataan ruang kembali untuk peruntukan penangkapan air, termasuk penghijauan sehingga tidak terjadi longsor yang menjadi bencana tersendiri untuk di daerah tangkapan air tapi juga untuk mengurangi debit air yang turun ke daerah tengah dan daerah hilir,” urai Tito.

Kemudian, lanjutnya, di daerah tengah, aliran air diharapkan bisa berjalan lancar. Sehingga bisa mengurangi debit air. Menurut Tito, perlu dibangun tempat penampungan-penampungan terutama di daerah Bogor, Depok, baik kota maupun kabupaten.

“Selanjutnya untuk daerah hilir sendiri perlu penantaan dan managemen tersendiri juga diantaranya adalah “perimbangan” sungai, sistem kanal yang ada. Sehingga airnya dapat lancar mengalir, tidak terjadi penyempitan yang mengakibatkan penyumbatan, juga pintu-pintu air yang memadai dan kemudian tidak mampet. Disamping itu juga resapan-resapan air dalam bentuk biopori sehingga tidak terjadi air menggenang yang berlebihan ke daerah-daerah atau tempat-tempat yang menuju daerah aliran sungai atau sistem aliran sungai yang lain, ” katanya

Tito berharap, melalui mekanisme bersama ini, wilayah tangkapan air di  di daerah hulu bisa berfungsi maksimal.

“Di daerah hilir pun tidak terdapat debit air yang sangat berlebihan dan kemudian bisa mengalir dengan baik serta dapat dikurangi karena adanya resapan-resapan dan biopori. Ini semua dicanangkan dan kemudian setelah dirasionalisasikan karena adanya realokasi dan refocusing anggaran dengan adanya krisis Covid-19, maka telah identifikasi sebanyak 584 kegiatan dengan anggaran total lebih kurang 35 triliun yang dikerjakan. Sudah diatur kesepakatan dalam rapat teknis, siapa berbuat apa, “ jelasnya.

Tito menegaskan, adanya  kesepakatan antara tim teknis maka ditingkat pengambil kebijakan baik pusat maupun daerah juga memiliki kesepakatan yang sama untuk bersama-sama bekerjasama menangani permasalahan banjir ini.

“Oleh karena itulah maka kegiatan sore hari ini sangat penting sekali untuk agreement kita secara resmi antara semua stakeholder yang terkait,” imbuhnya.

Tito pun berharap,  setelah MoU (Memorandum of Understanding) ini akan dilanjutkan dengan langkah-langkah nyata.

“Sehingga terbentuk sistem yang terpadu. Dan  secara bersamaan akan dilakukan eksekusi,  monitor dan evaluasi,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =