Channel9.id, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian merespons daftar 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang disampaikan masyarakat kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR, partai politik, TNI, Polri, dan kementerian sektor ekonomi.
Menurut Tito, pemerintah akan memetakan terlebih dahulu tuntutan mana yang menjadi kewenangan eksekutif, dan mana yang perlu ditindaklanjuti oleh lembaga lain.
“Dari pemerintah akan dilihat mana yang memang ditujukan kepada eksekutif dan mana yang ditujukan kepada DPR. Semua akan dikaji, mana yang bisa diakomodasi sesuai aturan yang berlaku, dan mana yang menjadi ranah instansi lain,” kata Tito dalam konferensi pers di Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2025).
Dalam rapat koordinasi bersama pemerintah daerah, Tito juga memaparkan isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat. Dari hasil pemantauan, terdapat 17 tuntutan yang harus dijawab dalam tenggat sepekan hingga 5 September 2025. Sementara delapan tuntutan tambahan diberi batas waktu lebih panjang, yakni sampai 31 Agustus 2026.
Tuntutan jangka pendek mencakup penarikan TNI dari pengamanan sipil, pembentukan tim investigasi independen atas kematian Affan Kurniawan serta korban demonstrasi lain, penghentian tindakan represif aparat, pembekuan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, hingga jaminan upah layak bagi buruh.
Sedangkan tuntutan jangka panjang menyoroti reformasi DPR dan partai politik, penguatan lembaga pengawas independen, serta evaluasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan.
Gelombang demonstrasi meluas sejak 25 Agustus 2025, bermula dari aksi pelajar dan mahasiswa di depan DPR yang berujung ricuh. Situasi semakin panas setelah Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online, meninggal akibat terlindas kendaraan taktis Brimob pada 28 Agustus. Insiden itu memicu aksi lanjutan di Jakarta hingga ke sejumlah kota besar, termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.
Koalisi masyarakat sipil kemudian merilis daftar 17+8 tuntutan sebagai agenda transparansi, reformasi, dan empati, yang ditujukan kepada pemerintah maupun lembaga politik demi akuntabilitas pasca rentetan aksi unjuk rasa