Channel9.id-Jakarta. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan karakteristik Guru Penggerak tidak cukup sekadar guru yang baik dan memiliki kemampuan mengajar, tetapi juga guru yang punya kemampuan berinovasi dan perubahan.
Karakteristik itu, menurut Mas Menteri, sapaan akrab Nadiem tersebut nampaknya pantas disematkan kepada Mariance Wila Dida atau biasa disebut Ibu An, Kepala Sekolah SDN 9 Masohi, Maluku Tengah. Perempuan yang sejak 2016 memimpin sekolahnya itu berhasil mentransformasikan sekolah ramah anak yang mendukung pembelajaran murid.
Hal pertama yang dilakukannya adalah penguatan pendidikan karakter, yaitu semua guru memberikan contoh langsung.
“Disitu tidak ada unsur-unsur memerintah. Lalu, dibiasakan saling sapa. Dampaknya bagi proses pembelajaran saling menghormati dan menghargai satu sama lain,” ujarnya, pada saat Peluncuran Merdeka Belajar Episode 5: Guru Penggerak, pada Jumat, 3 Juli 2020.
Selain itu, Ibu An pada awalnya skeptis bahwa murid bisa disiplin tanpa dipukul. Namun setelah menjalani disiplin positif dan pembelajaran aktif berpusat pada murid, ia melihat dampak positif terhadap murid dan guru.
“Hasilnya murid bisa menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, saling menyapa, murid bersemangat, dan mandiri belajar,” ujarnya.
Kini, Ibu An adalah Penggerak Komunitas Sekolah Ramah Anak di Maluku Tengah yang mendampingi sekolah-sekolah untuk bertransformasi menjadi sekolah ramah anak.
Selain Ibu An, karakteristik Mas Menteri mengenai sosok Guru Penggerak pun juga layak diberikan untuk Nyoman Darta, Kepala Sekolah SMAN 1 Bali Mandara, Bali. Betapa tidak buat kita kagum, kata Nadiem, guru yang menjabat Kepala Sekolah sejak 2011 tersebut mampu membuat muridnya yang mayoritas dari kalangan tidak mampu meraih ribuan prestasi.
“Pertama yang kita lakukan adalah membuat mereka berani bermimpi. Karena mungkin mereka tidak mempunyai mimpi, bahkan tidak berani bermimipi. Maka saya membuat kegiatan murid-murid untuk menulis apa keinginan mereka, cita-cita mereka. itulah salah satu kegiatan mereka selama sekolah di SMAN 1 Mandara,” tuturnya.
Selain itu, agar muridnya tidak gampang stress, Pak Darta pun membuat program pendidikan berbasis kesadaran. Yaitu program meditasi yang diadakan 2 kali sehari di sekolah. Dia pun tidak memaksa murid-muridnya mengikuti kurikulum yang seharusnya. Melainkan memulai belajar dari dasar-dasar berhitung, perkalian, pembagian, pecahan dan seterusnya.
Untuk guru, Pak Darta berpesan, “Tugas mereka menggali, mengembangkan, memfasilitasi. Dengan demikian ada saling pengertian, ada saling kesadaran. Yaitu murid melaksanakan kewajibannya dengan baik dan guru memberikan hak-hak kepada murid. Jadi antara kewajiban dan hak betul-betul seimbang,” ujarnya.
Pak Darta rutin mendampingi guru-guru untuk terus mengembangkan diri dan saling membagi praktek baik melalui komunitas praktek dan guru berbagi.
“Jadi, tenaga pengajar yang kami butuhkan itu yang dilandasi ketulusan, keikhlasan, cinta dan kasih sayang,” ungkap Nadiem.
Murid-muridnya SMAN 1 Mandaran Bali kini berhasil berkembang dengan baik. Bahkan, 97 persen alumni-alumni SMAN 1 Mandara melanjutkan ke universitas-universitas terbaik di Indonesia bahkan ke mancanegara.
Nadiem sendiri kagum dengan kedua guru dan pemimpin sekolah tersebut. “Berapa kali mereka menyebut untuk anak, untuk anak. Ini benang merah yang saya tarik dari semua guru penggerak atau kepala sekolah penggerak adalah orientasi kepada anak yang luar biasa,” tutupnya. (IG)