Channel9.id – Serang. Upaya memperkuat implementasi Moderasi Beragama dan eko-teologi menjadi arah kebijakan utama Kementerian Agama.
Untuk tujuan itu, pimpinan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten memperluas horizon kolaborasi melalui Sharing Session lintas satuan kerja bersama Balai Diklat Keagamaan (BDK) Denpasar Bali, dengan indeks kerukunan tertinggi di Indonesia, Bali menjadi labolatorium hidup praktik moderasi beragama yang relevan untuk ditimba.
Rektor UIN Banten Muhammad Ishom menegaskan bahwa Bali layak dijadikan rujukan nasional dalam membangun praktik keharmonisan antarumat beragama.
“Berdasarkan indeks kerukunan, Bali menempati peringkat pertama di Indonesia. Bahkan, dalam konteks kebijakan Kementerian Agama terkait eko-teologi, masyarakat Bali telah mempraktikkannya jauh lebih awal. Moderasi beragama di sini terinternalisasi sebagai bentuk penghargaan terhadap alam,” ujarnya.
Wakil Rektor II, Ali Muhtarom, menggambarkan Bali sebagai miniatur Indonesia. Menurutnya, nilai-nilai moderasi beragama telah menjadi bagian dari napas kehidupan masyarakat Pulau Dewata.
“Moderasi beragama harus lahir dari kesadaran, pikiran, dan perilaku. Di Bali, itu telah menjadi ekosistem hidup yang dijaga bersama,” katanya.
Salah satu contoh nyata moderasi tersebut tampak pada keberadaan Makam Keramat Raden Ratu Ayu Siti Khodijah, putri Kerajaan Pemecutan. Meski berada di kawasan tradisi Hindu, makam itu tetap menjadi tujuan ziarah masyarakat Muslim.
“Ini simbol kuat bahwa harmoni bisa tumbuh dalam perbedaan,” tambah Ali.
Wakil Rektor III, Dedi Sunardi, memperkuat pandangan tersebut. Menurutnya, praktik keagamaan di Bali menunjukkan bagaimana tradisi budaya dan agama tidak saling berhadap-hadapan, tetapi saling menguatkan.
“Hindu Bali memiliki karakter yang berbeda dari Hindu India atau daerah lain karena ia beradaptasi dengan tradisi lokal. Ini menunjukkan fleksibilitas budaya dalam menciptakan harmoni,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Moderasi Beragama UIN Banten Salim Rosyadi yang turut mendampingi pimpinan menegaskan bahwa moderasi beragama tetap relevan dan strategis hingga saat ini. Meski telah diimplementasikan sejak 2020, moderasi beragama, menurutnya, justru semakin menguat posisinya karena menjadi bagian dari Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Agama 2025–2029.
Ia menambahkan, Kementerian Agama juga telah meluncurkan kebijakan eko-teologi, peta jalan penguatan moderasi beragama 2025–2029, serta trilogi kerukunan pada 11 November 2025. Ketiga kebijakan tersebut menjadi penanda bahwa moderasi beragama dan eko-teologi kini ditempatkan sebagai agenda nasional yang sejalan dengan Asta Cita Presiden dan perlu dikawal implementasinya secara berkelanjutan.
Karena itu, praktik baik yang dijalankan Balai Diklat Keagamaan Denpasar dinilai penting untuk ditimba dan diinternalisasikan. Pengalaman Bali diharapkan dapat menjadi rujukan dalam merumuskan program-program Pusat Moderasi Beragama UIN Banten, baik untuk penguatan nilai moderasi di lingkungan akademik kampus maupun dalam kehidupan sosial-keagamaan masyarakat Provinsi Banten.
Ketua BDK Denpasar, H. Suyatno, menyambut rombongan UIN Banten dan menegaskan bahwa moderasi beragama telah lama menjadi bagian dari kehidupan pegawai BDK.
“Kami memiliki 70 ASN dari berbagai unsur agama. Hidup rukun bukan slogan, tetapi praktik sehari-hari. Berbeda dalam keyakinan, tetapi bersama dalam kebenaran dan kerukunan,” tuturnya.
Ia menambahkan, sebagai seorang Muslim, Bali memberikan pengalaman unik tentang hidup damai di tengah masyarakat mayoritas Hindu.
“Di sini, perbedaan bukan masalah. Justru menjadi kekuatan yang merekatkan,” katanya.
Widyaiswara BDK Denpasar, Sukma Wati, menambahkan bahwa moderasi beragama di Bali tumbuh dari akar sejarah panjang. Falsafah Hindu Bali, termasuk Tri Hita Karana, menempatkan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam sebagai satu kesatuan harmonis.
“Tradisi kami mengajarkan bahwa aku adalah kamu, kamu adalah aku. Segala perbuatan akan kembali kepada diri sendiri atau istilah lain disebut dengan karma,” jelasnya.
Pada aspek eko-teologi, masyarakat Bali telah mempraktikkan penghormatan terhadap seluruh makhluk hidup sejak lama. Pohon, batu, air, dan unsur alam lainnya dipandang memiliki roh kehidupan sehingga layak dihormati. Fenomena penyarungan pohon, misalnya, merupakan simbol penghargaan terhadap alam sebagai ciptaan Tuhan.
Kegiatan Sharing Session yang dilaksanakan pada Kamis (11/12/2025) tersebut turut dihadiri para widyaiswara BDK Denpasar, serta para pejabat terkait. Suasana hangat dan dialogis mewarnai pertemuan yang diharapkan menjadi langkah awal memperkuat kerja sama strategis dalam penguatan Moderasi Beragama dan eko-teologi di lintas satuan kerja lingkungan Kementerian Agama.





