Channel9.id – Jakarta. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan pihaknya ingin merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia mengatakan UU Tipikor yang diubah pada 2001 silam itu perlu diperbaharui, mengingat hukum yang terus mengalami perkembangan.
Hal ini disampaikan Yasonna saat menjadi pembicara dalam acara Konferensi Hukum Nasional 2023 bertajuk ‘Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (25/10/2023). Acara ini diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM dalam tema, Rabu (25/10/2023).
Dalam sambutannya itu, Yasonna menyebut pembaharuan ini untuk merespons banyaknya perubahan dan perkembangan di masyarakat saat ini. Sebab, menurutnya, perubahan tersebut mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
“Pengaturan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi sangat memerlukan pembaharuan yang jitu,” ujarnya.
Selain itu, Yasonna menjelaskan arsitektur hukum internasional juga telah mempengaruhi hukum nasional di tanah air. Salah satunya adalah Konvensi PBB menentang Korupsi atau United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003.
UNCAC memperkenalkan empat jenis tindak kejahatan yang belum ada dalam peraturan nasional, yaitu penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional, memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri secara tidak sah, dan penyuapan di sektor swasta.
“Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Namun selama 22 tahun aturan ini berlaku, telah terjadi perubahan signifikan dalam arsitektur hukum internasional yang mempengaruhi hukum nasional di tanah air,” ujarnya.
Meski begitu, kata Yasonna, pemberantasan empat jenis kasus korupsi tersebut masih sulit dilaksanakan lantaran belum diatur dalam UU Tipikor.
“Meski belum diatur di Indonesia, sesungguhnya tindak kejahatan yang dimuat dalam UNCAC telah terjadi. Peraturan yang belum memadai akan membuat penegakan hukum terhadap korupsi menjadi sulit dilaksanakan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Yasonna mengungkapkan, pada 2022 lalu, tercatat ada 597 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp42,727 triliun. Menurutnya, tingginya angka kasus korupsi ini disebabkan oleh perkembangan tindakan korupsi yang semakin kompleks, modus operandi yang beragam, serta lingkup kejahatan yang semakin luas.
Atas kondisi itu, ia berharap pemerintah Indonesia dapat melakukan evaluasi terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berlaku selama ini.
“Kita perlu mengidentifikasi serta memetakan hal-hal yang memerlukan pembaharuan dan perbaikan, baik pada aspek substansi pengaturan maupun kelembagaan,” ujarnya.
Pembaruan aturan tindak pidana korupsi tersebut, lanjutnya, kerja sama dan masukan dari Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, hingga akademisi untuk memperbarui UU Pemberantasan Tipikor. Menurutnya, kementerian dan lembaga juga harus berkoordinasi untuk mencegah korupsi.
“Pembaharuan peraturan perundang-undangan ini, tentunya juga harus didukung komitmen dan kesungguhan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama lembaga-lembaga negara dan pemerintah,” pungkasnya.
Baca juga: Arteria Dahlan: Langkah Menkumham Sudah Tepat
HT