Channel9.id – Jakarta. Pembelahan sosial yang sedang berlangsung saat ini akibat ekses politik mendapat respon dari kalangan milenial. Di saat generasi tua membangun kepemimpinan yang berbasis politik identitas, mengedepankan isu agama, suku, ras dan kedaerahan.
Generasi muda milenial justru menolak politik identitas dengan berupaya membangun kesadaran dan nalar publik tentang pentingnya kepemimpinan berwawasan kebangsaan.
Hal itu mengemuka dalam Webinar Pelatihan Kepemimpinan Tingkat Dasar “Menjadi Pemimpin Berwawasan Kebangsaan” yang diselenggarakan BEM Universitas Amikom Yogyakarta, Minggu 13 Juni 2021.
Kepala Bidang Advokasi dan Kerjasama Pusat Studi Pancasila UGM Diasma Sandi Swandaru menyatakan, generasi muda milenial memiliki rasionalitas dan kepedulian tinggi atas masa depan bangsanya. Kesadaran ini timbul karena milenial jenuh menyaksikan dampak negatif politik identitas yang dicontohkan para elit politik di pusat maupun daerah.
“Penggunaan isu sektarian, politik identitas untuk meraih kekuasaan nyata-nyata telah merusak persatuan dan merobek robek tenun kebangsaan. Politik identitas adalah produk orang-orang yang malas berpikir dan tidak memiliki kemampuan menerjemahkan tujuan bernegara menjadi program-program strategis,” kata Diasma dalam rilis resmi.
Ketua Umum GENMUDA ISRI ini menambahkan, kepemimpinan berwawasan kebangsaan merupakan cara pandang melihat Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh berdiri di atas keberagaman dalam bingkai persatuan bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
“Kepemimpinan berwawasan kebangsaan ini penting untuk merawat keberlangsungan masa depan Indonesia,” ujar Diasma.
Menurut Diasma, para elit politik dan calon pemimpin harusnya menjadi inspirasi, memberi contoh keteladanan kepada generasi muda penerus bangsa agar terjadi tranfer pengetahuan, membangun komitmen yang sama dalam merawat masa depan Indonesia.
Mantan Presiden BEM KM UGM 2018, Obed Kresna Widyaprastistha menyatakan, kepemimpinan merupakan sebuah karakter yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, terbebas dari urusan kelompok kepentingan suku, agama, maupun golongan. Sikap dan skills memanage menjadi pribadi yang lebih bisa berdamai dengan segala kekurangan dan mampu berelasi dengan pihak-pihak lain yang berbeda.
“Seorang pemimpin akan meletakkan dirinya sebagai pelayan bagi rakyat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, pemimpin yang tidak bisa keluar dari identitas asalnya, maka kebijakan-kebijakan yang diambil akan bias kepentingan suku, daerah, atau agamanya. Dia perlu belajar sejarah dan struktur sosial yang beraneka ragam.
“Pemimpin perlu memastikan hukum berlaku adil, tidak tumpul, peduli kepada masyarakat kecil, bukan pada pemodal besar, dan tentunya tidak korupsi,” kata Obed.
Pemimpin menurutnya, bukan hanya sekedar meneruskan kebiasaan lama yang buruk, tetapi ia memiliki komitmen mau mengubah dan tidak mengedepankan basis identitas, bukan berbasis duit, dan inilah hal-hal yang menyebalkan.
“Jangan sampai hal ini menurun kepada generasi muda,” kata Obed.
Selanjutnya menurut Ferdinan Dionisius Dalau, sebagai generasi penerus bangsa, milenial perlu dibekali ilmu dan contoh untuk menjadi pemimpin yang ideal dan berkualitas, yaitu pemimpin yang memiliki cita-cita mewujudkan tujuan nasional serta. Dia mengatakan, yang paling penting adalah pemimpin yang berwawasan kebangsaan, mengedepankan persatuan dan membawa keadilan sosial.
“Hal tersebut diharapkan agar ke depan lahir pemimpin-pemimpin yang berkarakter negarawan,” ungkap Presiden BEM KM Universitas Amikom Yogyakarta ini.
Kemajuan teknologi membuat segala informasi begitu cepat menyebar secara luas. Fitnah dan adu domba bertebaran tanpa filter. Maka generasi milenial memiliki tantangan dan peranan yang sangat besar untuk mengedepankan wawasan kebangsaan dalam menghadapi tantangan dan ancaman yang ditimbulkan akibat berita bohong, hoax.
Menurut Presiden Mahasiswa Amikom ini, kegiatan pelatihan kepemimpinan bertujuan membangkitkan kembali semangat nasionalisme agar generasi muda milenial dapat menjadi seorang pemimpin yang tidak hanya sekadar memimpin saja, akan tetapi juga menjadi seorang pemimpin yang memiliki wawasan kebangsaan.
“Kami mengharapkan akan tercipta kader-kader pemimpin kebangsaan di masa depan yang memiliki bekal wawasan kebangsaan secara utuh dan kemampuan menghadapi ancaman serta tantangan yang ada,” pungkasnya.
HY