Channel9.id – Jakarta. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan hakim konstitusi Saldi Isra tidak terbukti melakukan pelanggaran etik terkait pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.
“Memutuskan Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion),” ujar Ketua MKMK Jimly Assiddiqie saat membacakan Putusan Nomor 3/MKMK/L/11/2023 dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri dari Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota MKMK, Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Dalam putusan ini, Saldi Isra dilaporkan oleh sejumlah pihak, di antaranya Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN), Advokat Lingkar Nusantara (Advokat Lisan), Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, dan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI).
Para pelapor menganggap dissenting opinion Saldi Isra itu menjatuhkan rekannya sesama hakim MK. MKMK menyatakan Saldi Isra tak dapat dinyatakan melanggar kode etik gara-gara dissenting opinion-nya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres. Dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 ini, empat hakim MK menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion, salah satunya Saldi Isra.
“Menimbang bahwa terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menasbihkan makna baru atas norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, saya, Hakim Konstitusi Saldi Isra, memiliki pendapat atau pandangan berbeda atau dissenting opinion,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Hakim Saldi Isra mengaku bingung atas putusan MK yang dinilai berubah-ubah dalam waktu dekat. Ia mengaku kebingungan ini merupakan pertama kali bagi dirinya sejak menjadi hakim konstitusi pada 2017 silam.
“Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini,” ujarnya.
Adapun Ketua MK Anwar Usman bersama delapan hakim konstitusi lainnya dilaporkan ke MKMK atas dugaan pelanggaran etik dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memutuskan kepala daerah berumur di bawah 40 tahun bisa maju pilpres. Total laporan seluruh hakim mencapai 21 laporan, 15 di antaranya ditujukan kepada Anwar Usman.
Dari 21 laporan tersebut, Ketua MK Anwar Usman menjadi pihak terlapor paling banyak yakni 15 laporan. Terbanyak selanjutnya, hakim Manahan M.P. Sitompul dan Guntur Hamzah masing-masing sebanyak 5 laporan.
Kemudian Saldi Isra dan Arief Hidayat masing masing 4 laporan. Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh masing masih 3 laporan. Sementara Suhartoyo dan Wahiduddin Adams masing masing hanya 1 laporan.
Baca juga: Hakim Saldi Isra Ungkap Keanehan di Balik Putusan MK: Saya Benar-Benar Bingung
HT