Politik

NasDem Nilai Penundaan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja Tepat

Channel9.id-Jakarta. Keputusan Presiden Joko Widodo menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dinilai tepat. Klaster ini sudah banyak menimbulkan polemik di kalangan buruh.

“Waktu yang tersedia pada masa penundaan ini, bisa dipergunakan untuk mengkaji kembali norma-norma baru yang hendak diatur dalam klaster tersebut,” kata Anggota Panja RUU Ciptaker Taufik Basari lewat keterangan tertulis, Sabtu (25/4).

Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem di Badan Legislasi DPR ini menyatakan NasDem sejak awal mengusulkan klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari draf RUU Ciptaker. NasDem telah melobi fraksi-fraksi dan berkomunikasi dengan pemerintah untuk mewujudkan usulan tersebut. Sejumlah fraksi pun merespons positif usulan NasDem tersebut.

“Jadi sebenarnya usulan NasDem bahkan bukan sekadar menunda, melainkan mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari draf RUU,” ungkap Taufik.

Taufik berharap penundaan ini bisa dimanfaatkan fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah untuk mempertimbangkan usulan NasDem agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Ciptaker. Dia juga meyakini penundaan ini membuat pembahasan RUU Ciptaker lebih fokus pada maksud dan tujuannya yakni menciptakan lapangan kerja.

“Ide omnibus law dengan RUU Cipta Kerja ini sebenarnya baik, yakni berupaya menciptakan lapangan kerja dengan mempermudah perizinan investasi, memajukan usaha kecil menengah, dan memangkas birokrasi”, kata Taufik.

Taufik ingin pembahasan RUU Ciptaker selanjutnya dapat menjadi jawaban atas permasalahan bangsa. Seperti tumpang tindih aturan, banyaknya pintu perizinan, birokrasi yang berbelit hingga mengalami surplus aturan.

“(Masalah itu) yang membuat perekonomian kita sulit maju. Banyak pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya,” ungkapnya.

Taufik mengakui masih banyak klausul-klausul dalam draf RUU yang bermasalah. Klausul yang bermasalah itu harus dikritisi. Bila perlu klausul yang bertentangan dengan asas hukum, bahkan menimbulkan kerugian terhadap kalangan tertentu bisa dihapus atau direvisi.

“Karena itu masukan dari berbagai kalangan, akademisi, buruh, aktivis lingkungan, gerakan masyarakat sipil, pers, dan mahasiswa, sangat dibutuhkan agar RUU ini dapat dikawal untuk menjadi UU yang memberikan manfaat bukan malah menimbulkan mudarat bagi rakyat,” katanya.

(virdika rizky utama)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  70  =  73