Channel9.id-Jakarta. Tren non fungible token (NFT) dan metaverse berpotensi terus ada di Indonesia. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Edy Widjaja Partner Bain & Company, berdasarkan hasil studi pihaknya dengan SYNC Asia Tenggara Meta.
Edy memaparkan bahwa berdasarkan hasil survei terhadap individu yang mencoba virtual reality (VR), ia melihat bahwa VR akan makin sering digunakan di kemudian hari. “Sebanyak 22% responden yang pernah mencoba VR, kebanyakan mengatakan dalam tiga bulan ke depan akan lebih sering menggunakannya,” ungkapnya di kantor Meta, baru-baru ini.
Metaverse memang masih di tahap awal, namun ia menjadi satu dari sejumlah teknologi masa depan yang disorot di Asia Tenggara. Didapati bahwa penetrasi teknologi metaverse cukup tinggi di Indonesia, di mana dengan 69% responden mengakut telah menggunakan teknologi tersebut pada tahun lalu. Perihal metaverse ini, cryptocurrency memimpin dengan persentase 44% dan ini disusul oleh augmented reality (AR) sebesar 31%.
Pada kesempatan yang sama, Pieter Lydian Country Director Meta Indonesia menuturkan bahwa adaptasi teknologi pada dasarnya memiliki siklus.
“Tak hanya orang Indonesia yang suka hype, semua orang di dunia seperti itu. Kalau ada sesuatu yang baru, percobaan akan dilakukan untuk melihat value-nya. Setelah melihat value-nya, ada yang drop. Semua teknologi seperti itu,” pungkasnya.
Jika teknologi yang dikembangkan itu sudah matang dan punya value yang baik, maka teknologi tersebut bisa bertahan. Dalam hal ini mesti didukung oleh empat faktor, yaitu platform, perangkat, kreator dan konektivitas.
“NFT lahir dari salah satu problem kita di dunia maya, IP-nya jadi jelas. Kreator Indonesia kan makin aktif jika pasarnya ada. Awal-awal pasar NFT hanya orang-orang yang ngerti, setelah NFT kita tempel di Instagram masyarakat jadi ‘oh, NFT bisa seperti ini’,” jelas Pieter.
Lebih lanjut, Pieter menilai adanya value pada teknologi metaverse. Komponen itu yakni bahasa tubuh yang memang penting dalam komunikasi. Perangkat seperti ponsel tak mumpuni untuk hal tersebut. Maka dari itu, dengan paduan AR dan VR, komponen itu bisa dipenuhi melalui metaverse. “Membangun metaverse memang butuh step by step,” imbuhnya.