Hot Topic Internasional

NU Tiongkok: Penemuan Besar Bangsa Cina Pengaruhi Penyebaran Islam ke Cina

Channel9.id – Jakarta. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, begitu titah sebuah hadis yang menunjukan bahwa bangsa Cina memiliki peradaban tinggi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Ketua PCI NU Tiongkok Nurwidiyanto, setidaknya ada empat penemuan besar bangsa Cina sehinga hadis tersebut muncul.

Pada masa dinasti Tang (618-907 M), Cina berhasil membuat empat benda yang sangat bermanfaat dan berpengaruh bagi kehidupan umat manusia di dunia. Empat benda itu yakni kertas, teknik cetak, bubuk mesiu, dan kompas.

Di masa itu pula, Islam sudah hadir dan berkembang di Jazirah Arab. Tak bisa dipungkiri, Islam melihat dan merasakan kemajuan bangsa Cina itu.

“Pada masa keemasan itu, di Jazirah Arab, Islam hadir dan berkembang. Karena itu, di masa Islam itu, banyak hal dan penemuan Cina yang punya pengaruh besar dan membawa perubahan di bidang teknologi, ekonomi dan budaya di seluruh dunia,” kata Nurwidiyanto saat menjadi narasumber diskusi daring ‘Kehidupan Santri NU di Tiongkok’ yang diadakan PW ISNU DKI Jakarta, Sabtu (20/6).

Dia menyatakan, kertas merupakan penemuan luar biasa yang bermanfaat hingga hari ini. Dengan ditemukan kertas, nantinya Dinasti Song akan menggunakan kertas sebagai bahan membuat uang. Dari situ dikenal uang kertas.

“Kedua teknik cetak. Dengan ditemukannya hal itu, ketika menulis hasilnya bisa diperbanyak bahkan menjadi sebuah buku. Sebetulnya teknik itu sudah ditemukan pada era Dinasti Zhou, namun dimanfaatkan kembali oleh Dinasti Tang,” ujarnya.

Penemuan ketiga yakni bubuk mesiu. Penemuan ini membuat bangsa Cina kuat di bidang pertahanan dan militer.

“Sebetulnya, penemuan ini tidak sengaja. Niat awal itu untuk membuat obat, tapi jadi mesiu. Ini kan berguna terlebih di zaman perang. Penemuan terkahir yaitu kompas,” ujarnya.

Karena kemajuan tersebut, Nurwidiyanto menyatakan, Sahabat Nabi Muhammad SAW, Sa’ad bin Abi Waqos r.a. dikirim sebagai utusan resmi ke Kaisar Gaozong pada tahun 650. Dari pertemuan itu, Kaisar sangat kagum dengan Nabi Muhammad SAW.

“Bahkan, karena kekagumannya itu, Kaisar mengizinkan didirikan masjid dan menamakannya Huaisheng (mengingat orang bijak) untuk menghormati Nabi Muhammad SAW. Itu adalah masjid tertua di Cina,” katanya.

Nurwidiyanto menegaskan, di masa Dinasti Tang adalah fase awal penyebaran ajaran Islam ke Cina. Dalam hal ini, banyak pelajar Islam yang datang untuk menuntut ilmu di Cina. Pun para pedagang Islam juga berpengaruh besar untuk menyebarkan ajaran tersebut.

“Setelah itu, baru kemudian melakukan dakwah, menikah dengan orang-orang lokal. Suku Hui adalah bukti adanya kawin campur dengan saudagar Arab,” ujarnya.

Bahkan, di masa dinasti Yuan yang dikuasai bangsa Mongol, kaum Islam mendapatkan status sosial yang tinggi. Tidak sedikit, tokoh Islam yang menjadi pejabat penting di pemerintah.

Namun, seiring keruntuhan dinasti Yuan, Islam ikut memudar. Kaisar dinasti Ming sebagai penguasa baru membuat peraturan diskriminasi untuk orang-orang asing, termasuk umat Islam.

“Misalkan mereka harus mengganti nama Islam, menjadi lebih nama yang berkarakter Cina. Di era Dinasti Qing diskriminasi lebih parah lagi. Makanya banyak pemberontakan yang dilakukan umat Islam,” kata Nurwidiyanto.

Kendati demikian, justru di era sulit itu, umat Islam di Cina mampu bertahan dan mengembangkan ajaran Islam secara masif. Mereka memanfaatkan bilik masjid yang digubakan sebagai sarana mengajarkan Al-Quran.

“Bahkan, mereka mengajar Al-Quran dengan metode Cina. Selain itu, ulama Cina juga menerjemahkan Al-Quran dengan aksara Cina supaya memudahkan mereka memahami nilai-nilai Islam,” katanya.

Nurwiyanto juga menyatakan, sejumlah ulama Cina itu, berupaya memadukan ajaran Konfusius dengan ajaran Islam. Hal ini dilakukan supaya ajaran Islam lebih bisa diterima dan bertahan.

“Seperti Wali Songo, falsafah Islam dengan budaya Jawa yang pentingkan nilai Islam tetap ada,” kata Nurwidiyanto.

Sampai akhirnya, Pemimpin Cina Xi Jinping menerapkan reformasi dan keterbukaan sehingga RRC tidak lagi pantas disebut negara tirai bambu. Lantaran sudah membuka diri dengan dunia luar.

“Kebijakan itu yang membuat umat Islam bangkit lagi. Di era ini, masjid bertambah berkali kali lipat. Ada perubahan besar yang masif di Tiongkok,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  59  =  67