Nasional

Ombudsman Endus Indikasi Yayasan MBG Terafiliasi Jejaring Politik

Channel9.id – Jakarta. Ombudsman RI mengungkap sejumlah masalah dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satunya terkait dugaan afiliasi sejumlah yayasan pelaksana program MBG dengan jejaring politik.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan dugaan afiliasi ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan tak menutup kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang.

“Kajian Ombudsman juga mengidentifikasi adanya potensi afiliasi sejumlah yayasan dengan jejaring politik yang berisiko menimbulkan konflik kepentingan, serta membuka peluang penyalahgunaan wewenang,” kata Yeka dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2025).

Ia tidak merinci yayasan mana yang terindikasi berafiliasi dengan jejaring politik tersebut.

Menurutnya, situasi ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan program berskala nasional harus dijalankan secara transparan, adil, dan bebas dari intervensi politik agar tujuan utama program, yaitu memperbaiki gizi masyarakat, dapat tercapai secara optimal.

Permasalahan afiliasi jejaring politik muncul bersamaan dengan karut marutnya proses penetapan mitra yayasan dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum MBG.

Yeka menyebut, dari total 60.500 yayasan yang mendaftar, terdapat 9.632 yayasan yang menunggu kepastian. Ketiadaan standar waktu pelayanan membuat proses verifikasi berjalan berlarut-larut.

Ombudsman menilai bahwa keterkaitan yayasan dengan jejaring kekuasaan berpotensi menggeser orientasi program dari fokus utama pada perbaikan gizi ke arah kepentingan yang lebih sempit.

Jika tidak diantisipasi sejak dini dengan regulasi yang jelas, mekanisme seleksi transparan, serta pengawasan independen, kondisi ini bisa melahirkan maladministrasi struktural yang menghambat efektivitas program.

Dalam kajiannya, Ombudsman mencatat ada delapan masalah utama dalam penyelenggaraan MBG. Pertama, kesenjangan lebar antara target dan realisasi capaian. Kedua, maraknya kasus keracunan massal di berbagai daerah.

Ketiga, permasalahan penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan dan rawan konflik kepentingan. Keempat, keterbatasan dan penataan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium serta beban kerja guru dan relawan.

Kelima, ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar acceptance quality limit yang tegas. Keenam, penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten.

Ketujuh, distribusi makanan yang belum tertib dan masih membebani guru di sekolah.

Kedelapan, sistem pengawasan yang belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasis data.

Baca juga: Bupati Bandung Barat Cabut Status KLB: 1.241 Orang Keracunan MBG Dinyatakan Sembuh

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

56  +    =  63