Nasional

P2G Desak Penguatan Keamanan Sekolah Usai Ledakan di SMAN 72 Jakarta

Channel9.id – Jakarta. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri meminta pemerintah dan aparat terkait memperkuat sistem keamanan sekolah setelah insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta yang menimbulkan korban luka dan trauma bagi warga sekolah. Ia menegaskan bahwa insiden ini menjadi peringatan penting bagi pemangku kebijakan untuk membenahi ekosistem pendidikan dari sisi pencegahan kekerasan.

“Dari kasus ledakan tersebut, kami dari P2G turut berduka terhadap korban-korban di SMA Negeri 72 Jakarta dan kami berharap sekolah seharusnya menjadi ekosistem yang nyaman bagi tumbuh kembang anak-anak kita secara sosial, intelektual, spiritual, maupun mental,” kata Iman, dilansir dari NU Online, Senin (10/11/2025).

Iman menilai penyelidikan komprehensif diperlukan untuk memastikan semua faktor penyebab kekerasan di sekolah benar-benar terungkap. Ia menilai proses tersebut menjadi dasar penting agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.

“Kami berharap pihak kepolisian benar-benar mendalami dan melakukan investigasi untuk menemukan apa yang menjadi pendorong kekerasan di sekolah ini. Kalau ini diselidiki dengan baik dan kita mengetahui penyebabnya, maka kita bisa mencegah di kemudian hari,” tegasnya.

Ia juga mendesak Kemendikdasmen bersama Dinas Pendidikan DKI Jakarta mempertegas standar keamanan sekolah agar lingkungan belajar terbebas dari potensi kekerasan. Menurutnya, keamanan harus menjadi prioritas utama dalam tata kelola pendidikan di Jakarta.

“Kami harap harus memberikan jaminan kepada sekolah-sekolah DKI Jakarta bahwa sekolah DKI Jakarta adalah sekolah yang aman terhadap tindakan kekerasan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Iman menyoroti pentingnya penerapan efektif Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) di Satuan Pendidikan. Ia mempertanyakan kesiapan sekolah dalam membentuk Tim PPK dan menjalankan prosedur pelaporan kasus secara profesional.

“Apakah sekolah sudah membentuk tim PPK? Apakah sudah dibuatkan SOP-nya? Apakah sumber dayanya cukup? Apakah sudah berjalan sesuai yang diharapkan?” tutur Iman.

Ia juga menolak keras anggapan bahwa perundungan merupakan hal biasa dalam dinamika pergaulan siswa. Menurutnya, segala bentuk perundungan harus direspons secara serius tanpa memberi ruang pembiaran.

“Perundungan itu tidak bisa dinormalisasi, tidak bisa dimaklumi. Maka kejadian ini tidak bisa dibiarkan, tidak boleh dianggap remeh, dan harus diatasi sampai selesai,” tegasnya.

Iman menambahkan bahwa pelaku perundungan tidak seharusnya mendapat simpati publik dan harus ditangani sesuai aturan yang berlaku. Ia menekankan pentingnya pendekatan hukum dan pembinaan yang tegas untuk mencegah siklus kekerasan.

Ia juga menyoroti kemungkinan kuat bahwa tindakan pelaku dipengaruhi oleh konten media sosial yang memuat narasi kekerasan dan rasisme. Iman melihat kemiripan alat dan slogan yang digunakan pelaku dengan simbol-simbol ekstremis dari luar negeri.

“Kami memiliki dugaan tiruan terbesar ini adalah dari sosial media karena itu yang paling mudah diakses. Apalagi kalau kita baca senjata yang digunakan oleh pelaku dengan tulisan-tulisannya yang cukup rasis, ini adalah slogan-slogan rasisme yang ada di negara lain,” ungkapnya.

Ia meminta pemerintah mengambil langkah tegas agar kekerasan tidak diimpor dari dunia digital melalui media sosial maupun permainan daring. Menurutnya, pengawasan konten perlu ditingkatkan untuk melindungi siswa dari pengaruh berbahaya.

Selain itu, Iman mendesak KPAI dan DPPPA DKI Jakarta memastikan pemulihan psikologis bagi seluruh warga sekolah yang terdampak. Ia menekankan bahwa proses pemulihan harus dilakukan secara menyeluruh untuk menghindari trauma berkepanjangan.

“Yang mengurusi kejiwaan dan psikologinya siswa, guru, orang tua korban itu harus dipastikan benar-benar pulih,” pungkas Iman.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  8  =  13