P2G: Maraknya Tes Calistung sebagai Syarat Masuk SD Akibat Minim Pengawasan
Nasional

P2G: Maraknya Tes Calistung sebagai Syarat Masuk SD Akibat Minim Pengawasan

Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang melarang tes membaca, menulis, dan menghitung (calistung) sebagai syarat masuk Sekolah Dasar (SD).

Langkah Nadiem menghapus calistung itu sebagaimana dirilis Kemendikbudristek dalam Merdeka Belajar Episode ke-24 ‘Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan’.

Larangan calistung dalam Program Merdeka Belajar Episode 24 ini bukan kebijakan baru. Larangan calistung sebagai syarat masuk SD sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010, regulasi yang dibuat zaman Mendikbud M Nuh. Dalam Pasal 69 ayat 5 PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, disebutkan bahwa seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mempertanyakan mengapa fenomena tes calistung untuk calon siswa SD masih terjadi saat ini meskipun sudah ada larangan sejak 2010.

“Bagi kami, upaya Mendikbudristek untuk kembali menekankan pentingnya transisi PAUD ke SD yang menyenangkan harus diapresiasi. Tapi pertanyaannya mengapa praktik syarat calistung masuk SD masih terus terjadi belasan tahun meskipun sudah dilarang dalam peraturan?” kata Satriawan.

Menurut P2G, fenomena syarat calistung masuk SD ini tidak terkendali seperti bola salju di sekolah negeri maupun swasta. Praktik tersebut makin lama semakin besar dan meluas.

P2G menilai hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari Kemdikbudristek dan dinas pendidikan selama ini.

“Mestinya dengan sudah adanya aturan larangan tes Calistung sejak 2010, Kemdikbudristek dan dinas pendidikan memiliki kewenangan melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung yang merupakan bagian dari pelaksanaan PPDB di daerah,” demikian dikutip dari siaran pers P2G, Kamis (30/3/2023).

Satriawan menilai tes calistung bagi calon siswa SD dapat berdampak buruk bagi perkembangan mental anak.

“Sayangnya, monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung di daerah tidak dilakukan pemerintah. Praktik yang berdampak buruk bagi perkembangan mental anak demikian tumbuh subur merata di banyak sekolah, lebih parah lagi dinas pendidikan membiarkannya,” kata Satriwan.

P2G pun meminta Kemdikbudristek untuk rutin melakukan pengawasan dan monitoring. Pemerintah mesti mengumumkan SD mana saja dan di daerah mana yang masih melakukan syarat calistung bagi calon siswanya.

Namun, menurut P2G, pengawasan dan monitoring saja tidak cukup. Setelah dilakukan monitoring dan pengawasan, kemudian diperoleh data SD mana saja yang masih melakukan syarat calistung, pemerintah mesti memberikan sanksi tegas.

“Jadi maraknya tes calistung sebagai syarat masuk SD, juga disebabkan tidak adanya sanksi dari kementerian dan dinas pendidikan terhadap sekolah yang masih mempraktikannya,” ujar Satriwan.

Baca juga: ObraS KaIN PKK Bahas Waktu Ideal Anak Usia Dini Belajar Calistung

P2G menilai, aturan larangan calistung sebagai syarat masuk SD sejak 2010 hingga kini, seperti macan kertas, tegas tertulis namun lemah dalam implementasi, pengawasan, bahkan tak adanya sanksi.

“Jadi, jika Mas Menteri Nadiem ingin transisi PAUD ke SD menyenangkan siswa dan agar pencegahan syarat calistung ini efektif di lapangan, Kemdikbudristek harus menindaklanjuti dengan membuat aturan tertulis berisi larangan berikut sanksi tegas bagi sekolah dan/atau dinas pendidikan yang tidak mengindahkannya,” tulis P2G.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +  5  =