Nasional

P2G Minta Kemendagri Periksa Perda Berpotensi Intoleran di Sekolah

Channel9.id – Jakarta. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim meminta Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayan memeriksa semua perda yang berpotensi intoleran, bertentangan dengan konstitusi, dan nilai-nilai Pancasila. Terutama, perda intoleran yang diimplementasikan di lingkungan sekolah.

“Kemendagri bersama Kemendikbud segera berkoordinasi, lebih proaktif memeriksa aturan daerah dan sekolah yang berpotensi intoleran. Tidak hanya dari aspek agama, tetapi juga kepercayaan, suku, budaya, ras, dan kelas sosial ekonomi siswa,” kata Satriwan, Senin 25 Januari 2021.

Menurut P2G, masalah intoleransi di sekolah dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari aspek regulasi struktural, sistematik, dan birokratis. Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru.

Dalam catatan P2G, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari pada 2019. Sebelumnya di 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali. Sedangkan kasus pemaksaan jilbab, P2G menduga lebih banyak lagi terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Aturan daerah atau sekolah umum yang mewajibkan siswi nonmuslim memakai jilbab dan aturan larangan siswi muslim menggunakan jilbab adalah sama-sama melanggar Pancasila, UUD, dan UU. Menyalahi prinsip toleransi dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Peristiwa pemaksaan jilbab di SMKN 2 Padang merujuk pada Instruksi Wali kota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005. Aturan yang sudah berjalan 15 tahun lebih, sebagaimana keterangan mantan Wali kota Padang, Fauzi Bahar.

Artinya ada peran pemerintah pusat, seperti Kemendagri dan Kemendikbud yang mendiamkan dan melakukan pembiaran terhadap adanya regulasi daerah bermuatan intoleransi di sekolah selama ini.

“Pemantauan Elsam tahun 2008 mencatat seperti intruksi Wali kota Padang, Perda No. 6 Tahun 2003 tentang Pandai baca Al-Qur’an bagi Peserta Didik Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah menyimpan potensi intoleran di lingkungan sekolah,” katanya.

Cara berpakaian keagamaan atau memilih tidak memakainya, serta tetap diberikan pelayanan pendidikan atas sikap anak tersebut adalah hak dasar yang dijamin Konstitusi UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Hak Asasi Manusia, UU Perlindungan Anak, dan lebih detil lagi adalah Permendikbud No. 45 Tahun 2014 tentang Seragam Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Ekspresi cara berpakaian semestinya tidak menjadi penghalang dalam mendapatkan hak atas pendidikan seperti diamanatkan Pasal 31 UUD 1945.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  89  =  95