Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan untuk Guru Pendidikan dan Guru (P2G) meminta pemerintah pusat tidak lepas tangan mengawasi pemda dan sekolah yang akan membuka sekolah pada Januari 2021.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menilai, Revisi SKB 4 Menteri yang membolehkan sekolah-sekolah dibuka, mulai Januari 2021 di daerah, berpotensi menjadikan sekolah sebagai klaster terbaru.
“SKB 4 Menteri memberikan otoritas sepenuhnya kepada Pemda/Kanwil Kemenag untuk sekolah dibuka di daerah tersebut. P2G meminta Kemendikbud tidak lepas tanggung jawab,” kata Satriwan dalam rilis yang diterima.
Satriwan menjelaskan pembukaan sekolah harus melalui persetujuan orang tua dan tidak boleh ada pemaksaan pada orang tua agar anaknya dizinkan belajar tatap muka.
Pemda tidak boleh semaunya membuka sekolah tanpa meminta persetujuan dari semua orang tua tanpa kecuali. Pemda dan sekolah harus melibatkan orang tua.
Seandainya ada beberapa orang tua di sekolah yang tidak mengizinkan anaknya masuk, maka guru dan sekolah tetap wajib memberikan layanan pembelajaran kepada siswa tersebut, baik daring maupun luring.
“Sekolah juga tak boleh memaksa orang tua memberikan izin. Mendapatkan layanan pendidikan adalah hak dasar siswa,” katanya.
P2G pun mengimbau para orang tua/komite sekolah termasuk organisasi guru dan civil society untuk bersama-sama mengawasi dan memantau rencana pembukaan sekolah di masa transisi ini di daerahnya masing-masing.
“Supaya keputusan Pemda membuka sekolah mulai Januari 2021 nanti, betul-betul berdasarkan kesiapan nyata sekolah; regulasi dan SOP teknis; seizin orang tua; kesiapan siswa; kesiapan guru; kesiapan sarana daftar cek protokol kesehatan; dan lainnya. Bukan semata-semata karena desakan atau lebih ke pertimbangan politis di depan maayarakat,” ujar Satriwan.
Satriwan meminta Kemendikbud dan Kemenag harus turun tangan langsung mengecek kesiapan sekolah, kesiapan infrastuktur sekolah atas protokol kesehatan, kesiapan dan izin orang tua.
“P2G meragukan kesiapan sekolah memenuhi syarat-syarat daftar periksa protokol kesehatan yang cukup detil. Kesiapan infrastuktur dan budaya disiplin masih belum maksimal dilaksanakan. Saran-prasarana yang menunjang protokol kesehatan bersifat mutlak, tapi banyak sekolah belum menyiapkan dengan sempurna,” ujarnya.
P2G meminta Kemendikbud dan Kemenag turun langsung mengecek kesiapan sekolah dibuka kembali.
“Kemendikbud harus betul-betul memastikan sekolah sudah siap memenuhi sarana-prasarana penunjang protokol kesehatan, tanpa kecuali. Walaupun Pemda diberikan kewenangan untuk menentukan sekolah di wilayahnya boleh buka atau tidak, Kemendikbud, Kemenag, dan juga Kemendagri jangan lepas tangan. Kementerian tersebut masih punya tanggung jawab besar. Mereka mesti mengawasi langsung secara ketat ke lapangan,” ujarnya.
Sekretaris P2G Afdhal pun meminta Kemdikbud/Kemenag/Kemendagri harus menindak tegas dinas pendidikan atau Pemda yang melanggar aturan pembukaan sekolah.
“Kemendagri dan Kemendikbud seharusnya memberikan teguran keras bagi Dinas Pendidikan atau Pemda yang membolehkan sekolah dibuka kembali, padahal kesiapan sarana Daftar Periksa Protokol Kesehatannya belum siap. Ini jelas sekali akan membahayakan kesehatan dan keselamatan guru, siswa, dan keluarga mereka,” katanya.
“Kami melihat selama ini pemerintah pusat tidak tegas kepada kepala dinas pendidikan dan kepala daerah yang melanggar SKB 4 Menteri Jilid 1 dan 2 terkait pembukaan sekolah. 79 daerah yang melanggar SKB 4 Menteri Jilid 1 dulu, juga kami tak melihat ada sanksi dari pusat,” kata guru SMA di Jakarta Timur ini.
Afdhal melanjutkan, guru, tenaga kependidikan, dan siswa harus betul-betul aman dan dideteksi sejak dari mula pembukaan sekolah. Bagi daerah yang sudah siap membuka sekolah kembali mestinya diawali dengan pelaksanaan Tes Swab bagi guru dan siswa, agar betul-betul aman dan bisa dideteksi dari mula, agar pencegahan Covid-19 bisa sedini mungkin.
“Pemda harus mengalokasikan untuk pelaksanaan Tes Swab bagi guru. Pemda harusnya juga sudah mengalokasikan penganggarannya. Jangan diambil dari Dana BOS, sebab kebutuhan sekolah sangat kompleks,” katanya.
Karena itu, P2G pada intinya meminta kepada para Kepala Daerah, agar sekolah jangan dulu dibuka secara nasional, sampai vaksin Covid-19 sudah diproduksi, melalui semua tahapan uji coba, dan terbukti aman dan halal. Setelah prasyarat ini tercukupi, barulah sekolah bisa dibuka secara nasional bertahap.
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sebaiknya diteruskan sampai akhir tahun ajaran baru 2020/2021, artinya opsi PJJ dilaksanakan sampai Juli 2021 dengan perbaikan-perbaikan pelayanan PJJ dari: Kemendikbud/Kemenag; Pemda; Sekolah; Guru; termasuk orang tua adalah terbaik, aman, dan melindungi siswa, guru, dan orang tua serta warga sekolah lainnya.
Jika sekolah tatap muka kembali, pembelajaran berpotensi tak akan berjalan efektif dan optimal. Hal ini terjadi karena 1) Pembelajaran di bagi 2 shift; 2) Tidak boleh ada kegiatan ekstrakurikuler; 3) Tidak boleh ada kegiatan olahraga; 4) Kantin ditutup; 5) Interaksi siswa antar kelas sangat terbatas; 6) Waktu belajar pun terbatas. Melihat ketatnya aturan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, interaksi sosial siswa di sekolah juga sangat terbatas dan tak akan optimal, sama halnya dengan di rumah selama PJJ.
Guru juga tidak akan bisa optimal mengawasi aktivitas siswa setelah keluar dari gerbang sekolah. Mereka main kemana, melakukan apa, bersama siapa, dan mengendarai apa, semuanya di luar pengawasan guru. Di sini juga letak potensi penyebaran covid-19 yang kita khawatirkan.
Satriwan kemudian mengingatkan, bulan Desember akan dilaksanakan Pilkada serentak dan adanya liburan akhir semester, Natal, dan Tahun Baru.
“Artinya mobilitas masyarakat makin tinggi dan berpotensi menjadi sebaran baru Covid-19. Bayangkan Januari kemudian sekolah tatap muka dilakukan. Jadi kekhawatiran sekolah akan menjadi kluster terbaru covid-19 sangat beralasan,” katanya.
“Yang juga penting adalah sebagai organisasi guru kami ingin memastikan bahwa, ketika ada siswa yang positif covid-19 setelah sekolah dibuka, maka jangan ada kriminalisasi terhadap guru. Orang tua jangan sampai menyalahkan pihak sekolah dan guru. Bagaimanapun juga guru berada di bawah struktur birokrasi daerah,” pungkasnya.
(HY)