Nasional

P2G Sampaikan 9 Solusi dan Rekomendasi Atasi Persoalan Guru Honorer

Channel9.id – Jakarta. Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyampaikan, pihaknya datang memenuhi undangan dari Fraksi PKB DPR RI untuk mengikuti FGD dengan topik PENGANGKATAN GURU HONORER, REGULASI DAN SOLUSI di Ruang F-PKB DPR RI, Gedung Nusantara 1, Lt. 18, Senayan.

FGD itu dihadiri langsung beberapa Pembicara: Ketua Komisi X, Bappenas, Ditjend GTK Kemendikbud, dan P2G. Sedangkan PGRI hadir via zoom.

Dalam FGD itu, P2G memberikan 9 solusi dan rekomendasi atas persoalan guru honorer dan rekrutmen 1 juta guru PPPK, yang oleh Pemda hingga Maret 2021 baru diajukan hanya 513.393 formasi.

“Persoalan Guru Honorer kami fokuskan kepada: Guru Honorer K2, Non Kategori 35+, Non Kategori -35, dan persoalan penghentian seleksi Guru PNS,” kata Satriwan dalam keterangannya, Minggu 4 April 2021.

Pertama, P2G menyampaikan, rekrutmen satu juta guru pada 2021 untuk kebutuhan 1,3 juta guru agaknya tak dapat dipaksakan harus terpenuhi sekarang. Sementara itu sampai Maret 2021, baru 523.120 formasi guru P3K yang diusulkan daerah (Kemendikbud, 2021), yang sebelumnya 513.393 formasi.

“Faktor yang paling dominan adalah buruknya koordinasi antara Pemda dengan pemerintah pusat perihal sumber anggaran gaji dan tunjangan guru P3K, apakah bersumber dari APBD atau APBN dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU),” kata Satriwan.

Jika merujuk Pasal 5 Perpres No. 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Pasal 5 (1) Gaji dan tunjangan bagi PPPK yang bekerja di Instansi Pusat dibebankan pada Anggaran pendapatan dan Belanja Negara. (2) Gaji dan Tunjangan bagi PPPK yang bekerja di Instansi Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Tidak ada penafsiran lain dalam hal ini. Namun di beberapa kesempatan justru Mendikbud menyampaikan jika gaji dan tunjangan guru P3K dijamin oleh Pemerintah Pusat (APBN).

“Tentu pernyataan ini membingungkan Pemda dan publik umumnya, termasuk para guru honorer yang makin ragu untuk mengikuti seleksi P3K. Karena itu P2G sangat berharap pemerintah pusat dan Pemda mesti sudah duduk bersama, satu persepsi mengenai sumber gaji dan tunjangan guru P3K ini, jangan sampai karena buruknya koordinasi pemerintah, guru honorer yang dirugikan,” kata Satriwan.

Memang dirasa angka satu juta terkesan ambisius, semoga saja APBN atau APBD juga mampu menutupinya. Mengingat sekarang masih pandemi, tentu Kemenkeu dan Pemda yang dapat mengukur postur keuangan negara. Apalagi preseden seleksi guru P3K yang masih menyisakan masalah sejak 2019. Kendala secara administratif tidak menutup kemungkinan akan terulang kembali, terlebih dengan angka yang sangat fantastis satu juta. Jadi hendaknya jangan tergesa-gesa dalam bertindak.

Kedua, P2G menyampaikan, reformulasi persentase rekrutmen guru PNS dan P3K secara nasional perlu dilakukan. Agaknya merekrut 50-70 persen guru P3K dan 30-50 persen guru PNS, dirasa cukup berkeadilan, dimulai dari formasi 2021. Pentingnya keberadaan guru PNS di sekolah negeri tak bisa dipungkiri, berdampak psikologis sekaligus sosial khususnya terhadap siswa dan orang tua serta keberlangsungan manajemen sekolah.

“Kemudian bagi P2G seleksi guru P3K bukan menjadi solusi jangka panjang atas kekurangan 1,3 juta guru ASN di sekolah negeri sampai 2024 nanti. Rekrutmen guru P3K hanya menjadi solusi jangka pendek, mengingat terbatasnya durasi perjanjian kerja (kontrak) guru P3K dengan Pemda (PPK), minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Maka tentu rekrutmen guru PNS tetap dibutuhkan sampai kapanpun, sebab lama kerja PNS lebih jelas dan konstan sampai usia penisun 60 tahun, kontras dengan P3K,” terang Satriwan.

Ketiga, untuk masa perjanjian kerja, dibutuhkan segera revisi PP No. 49 Tahun 2018. Sebaiknya seorang guru P3K dengan perjanjian kerja minimal lima tahun. Sebab lima tahun adalah waktu yang tepat untuk dapat menilai, mengevaluasi, dan membandingkan performa kerja guru secara utuh dan berkelanjutan.

“Apa yang bisa diharapkan dari guru yang mengajar baru satu tahun, apalagi di tengah pandemi?” tandasSatriwan.

Jika hanya setahun lalu diputus, ditambah asesmen yang dilakukan kepala daerah lebih bermotif politik, tentu berakibat buruk terhadap masa depan karir guru bersangkutan. Bisa saja guru diberhentikan karena pilihan politik dalam Pilkada, tapi secara administratif tertulis kinerjanya buruk, lantas direkam oleh sistem administratif daerah. Stigmatisasi demikian,menutup kesempatan guru tersebut ikut seleksi P3K kembali dan pastinya tertutup menjadi PNS di kemudian hari.

Keempat, P2G menyampaikan, seleksi guru P3K bagi guru honorer mestinya memprioritaskan keberadaan Guru Honorer Kategori 2 (K2). Guru Honorer K2 (GHK-2) merupakan “korban” kebijakan negara yang belum rampung. Mestinya pemerintah fokus terlebih dulu untuk menuntaskan utang moral dan sejarah terhadap GHK-2 yang diperkirakan jumlah total tersisa sekitar 180 ribu guru (silakan lebih lanjut rujuk Data Base BKN, 2012).

Dasar hukum honorer K2 dan GHK-2 ini jelas, yakni: 1) PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS, 2) PP No. 43 Tahun 2007 (perubahan pertama PP 48/2005),  3) PP No. 56 Tahun 2012 (perubahan kedua PP 48/2005, 4) Surat Edaran Menpan RB No. 5 Tahun 2010

Satriwan menyatakan, salah satu bentuk affirmative action yang dapat diberikan bagi GKH-2 adalah skema memperhitungkan lama mengabdi dan kepemilikan sertifikat pendidik (Serdik). Apresiasi P2G untuk Mendikbud, sebab Serdik ini sudah diakomodir oleh Kemendikbud.

“Kepemilikan Serdik dinilai memenuhi skor 300 poin untuk aspek Kompetensi Teknis dari total 500 poin. Walaupun masih berjuang mencari nilai untuk aspek Kompetensi Manajerial, Kompetensi Sosiokultural, dan Wawancara,” lanjutnya.

Dua hal tersebut sebagai faktor penentu kelulusan menjadi P3K, sebagaimana aturan manajemen P3K. Mengingat guru bersertifikat pendidik masuk kategori profesional, lagi pula tak mudah mendapatkannya, melalui proses berliku.

Perihal afirmasi terhadap lama mengabdi. Skema afirmasi yang lebih objektif menurur P2G yaitu: 1) Guru honorer masa pengabdian 3 tahun tambahan poin 75 dari total 500 poin kompetensi teknis. 2) Guru honorer masa pengabdian 4-9 tahun tambahan 100 poin. 3) Guru honorer masa pengabdian 10-14 tahun tambahan 150 poin.  4) Guru honorer masa pengabdian 15-19 tahun tambahan 200 poin.  5) Guru honorer masa pengabdian 20 tahun ke atas tambahan 250 poin.

Kelima, P2G juga berharap adanya afirmasi bagi GKH-2 yang tengah mengikuti PPG Dalam Jabatan, mengingat umumnya GHK-2 telah berusia di atas 40 tahun, bahkan tak sedikit di atas 50 tahun. Adanya “keringanan” dalam mengikuti PPG Dalam jabatan ini sangat diharapkan guru-guru “sepuh” ini. Termasuk perlu adanya perhatian khusus bagi GHK-2yang mengajar di sekolah swasta (TK Swasta, Kasus Kabupaten Konawe), karena tergeser oleh PNS di sekolah negeri tempatnya semula bertugas.

“Keenam, masalah berikutnya adalah persoalan guru honorer yang belum memiliki SK dari Kepala Daerah sehingga mereka terkendala untuk mengikuti program sertifikasi guru. Perlu diketahui faktanya, ada guru honorer memiliki Serdik yang sudah dapat TPG, sementara itu masih banyak guru honorer berserdik yang belum dapat TPG,” terang Satriwan.

Mengingat lanjutnya, perbedaan besaran gaji bagi guru honorer tiap daerah, maka P2G mendesak dibuatnya SKB 4 Menteri (Kemendikbud, Kemenag, Kemendagri, dan Kemenkeu) tentang Upah Layak Minimum yang wajib dikeluarkan oleh Pemda, sehingga tidak ada lagi guru yang bergaji di bawah UMP/UMR.

Ketujuh, P2G sangat mendorong agar pemerintah menambah rekrutmen guru Pendidikan Agama Islam, Kristen, Katolik, dst. Termasuk Guru Bahasa Daerah yang juga agaknya luput dari seleksi P3K 2021. P2G mengapresiasi Kemenag yang telah mengusulkan 27.303 formasi P3K untuk guru agama di sekolah negeri.

Formasi ini tersebar pada sekolah negeri yang ada di 393 Pemerintah Daerah. Jumlah ini terdiri atas 22.927 formasi guru agama Islam, 2.727 guru agama Kristen, 1.207 guru agama Katolik, 403 guru agama Hindu, dan 39 guru agama Budha (https://kemenag.go.id/berita/read/515646/seleksi-pppk-2021–kemenag–9-495-guru-madrasah–27-303-guru-agama-sekolah, Kemenag, 2021).

Lebih lanjut pendataan jumlah guru Pendidikan Agama yang honorer yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta dilakukan lebih intensif, agar tidak tercecer, termasuk koordinasi antara Kemendikbud dan Kemenag. Sebab Guru Pendidikan Agama ini punya 2 orang ayah sekaligus: Kemendikbud dan Kemenag.

“Kedelepan, P2G mendapatkan laporan keluhan dari daerah-daerah, seperti Kabupaten Bima dan Kabupaten. Konawe perihal informasi yang tidak sampai ke daerah terkait rekrutmen Guru Madrasah dalam seleksi P3K 2021. Ditambah belum adanya “Bimbingan Belajar” bagi guru Pendidikan Agama untuk ikut P3K seperti yang diadakan Kemendikbud 2 bulan terakhir ini bagi guru-guru sekolah calon P3K,” lanjutnya.

Kesembilan, P2G meminta pemerintah agar segera membuka perekrutan guru PNS ikatan dinas berasrama melalui LPTK, sesuai perintah Pasal 22 dan 23 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jika strategi ini dilakukan, calon guru PNS yang diterima negara benar-benar terseleksi dengan ketat sejak dari hulu. Panggilan jiwa (passion) sebagai guru sudah terdeteksi dan kinerja yang direkam dengan baik sedari awal oleh sistem.

“Mengurusi profesi guru memang unik, dibutuhkan keluasan pandangan dan kebijaksanaan pemegang kebijakan. Ki Hajar Dewantara pernah berpesan: Jangan setengah hati menjadi guru, karena anak didik kita telah membuka sepenuh hatinya,” kata Satriwan.

“Begitu pula hendaknya bagi pemerintah, jangan setengah hati memuliakan martabat guru, karena mereka sudah sepenuh hati mengabdi dan mendidik bangsanya agar tetap bermartabat,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +    =  2