Channel9.id-Jakarta. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meminta pemerintah memberikan relaksasi kepada industri hasil tembakau (IHT) dengan tidak menaikkan cukai pada 2022. Alasannya IHT masih membutuhkan tiga tahun untuk memulihkan diri.
Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan kenaikan cukai pada 2020 dan 2021 memberikan dampak signifikan terhadap IHT, sehingga produksi rokok legal menurun hingga sebesar 60 miliar batang. “Tarif cukai yang naik secara eksesif membuat pelaku IHT sulit untuk mempertahankan produksinya. Kondisi ini ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19, yang memaksa pelaku IHT untuk melakukan sejumlah efisiensi,” kata dia, Jumat, 10 September 2021.
Bila Pemerintah kembali menaikkan tarif cukai secara eksesif tahun depan, kata dia, pelaku IHT tidak mampu bertahan. Dampaknya mengancam mata pencaharian hampir enam juta tenaga kerja dalam mata rantai industri tembakau. “IHT bukan hanya industri yang padat karya namun juga padat aturan,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto, mengatakan IHT adalah agro industri yang menggerakkan ekonomi di pedesaan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. “Kami mendukung penuh wacana tidak menaikkan cukai, namun kami juga berharap wacana ini juga dapat menyejahterakan petani,” ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa banyak intervensi asing yang ingin menghilangkan IHT Indonesia. “Agenda global ini kemudian masuk ke peraturan di banyak negara. Ini membuat seakan-akan tembakau itu hanya urusan kesehatan saja. Padahal ada buruh, petani, dan lain-lain,” kata dia.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintemgar) Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo, mengatakan tidak mengusulkan kenaikan cukai rokok. Menurut dia, ekonomi IHT masih belum pulih, dan jika cukai tetap dinaikkan, rokok ilegal akan semakin meningkat peredarannya.
“Kami juga mendorong kesejahteraan petani ditingkatkan melalui DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) dan terus mendorong pembatasan importasi tembakau dan kemitraan komunitas petani agar petani tembakau kita semakin sejahtera,” kata Edy.
Menurut dia, belum waktunya melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, selain itu sistem 10 layer yang diterapkan merupakan sistem yang paling adil.