Channel9.id-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengkhususkan tarif perpajakan untuk tiga produk, yakni tas, sepatu, dan garmen.
Diketahui sebelumnya, ia menurunkan ambang batas barang impor minimal yang bebas bea masuk. Sebelumnya US$75 menjadi US$3, yakni setara Rp42 ribu–mengacu kurs Rp14 ribu.
Untuk produk tas, sepatu, dan garmen, ambang batas impor baru tetap berlaku, yakni US$3. Akan tetapi, tarif perpajakan yang dibebankan terhadap ketiganya, jika nilai impornya melebihi ambang batas, tetap maksimal 50%. Tarif itu lebih tinggi daripada produk impor melalui e-commerce pada umumnya, yang hanya dikenakan tarif perpajakan 17,5%.
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memaparkan bahwa tarif perpajakan itu ada tiga jenis. Pertama, bea masuk. Untuk tas, tarifnya 15 -20%, sepatu 25 -30%, dan produk garmen 15-25%. Kedua, PPN yang tarifnya 10%. Ketiga, PPh yang tarifnya 7,5-10%.
Heru menyebut bahwa kebijakan itu hasil pertimbangan setelah adanyq masukan dari pengrajin dan produsen tas, sepatu, dan garmen lokal. Pasalnya, impor tas, sepatu, dan garmen melalui e-commerce berseliweran di Indonesia. Dampakya, produk lokal mereka kalah di pasaran dan tak laku.
“Seperti diketahui beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China,” sambungnya.
Selain itu, menurutnya, tujuan dari kebijakan ini untuk menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan, antara produk dalam negeri–yang mayoritas berasal dari IKM–dengan produk impor.
Meski demikian, ia menekankan aturan baru ini tidak berlaku bagi barang bawaan penumpang dari luar negeri. Pada barang bawaan tetap mengacu pada aturan awal yakni ambang batas US$500.
Jadi, kebijakan ini hanya mengatur barang kiriman dari luar negeri melalui e-commerce. “Ini sekali lagi tidak berlaku atau bukan kebijakan barang penumpang atau dengan kata lain, kebijakan barang penumpang tetap yang masih berlaku yakni US$500 per penumpang,” katanya.
(LH)