Hot Topic

Pakar Hukum : Semua Pihak Harus Patuhi Kontrak Untuk Selesaikan Konflik Pelabuhan Marunda

Channel9.id – Jakarta. Carut marut persoalan yang membelit  Pelabuhan Marunda mengundang keprihatinan berbagai kalangan. Mengingat konflik di Pelabuhan Marunda sudah berlangsung lama dan harus berujung pada proses hukum.

Pakar hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan konflik antara pemegang saham Pelabuhan Marunda yakni KTU dan KBN seharusnya diselesaikan secara business to business sehingga memuaskan kedua belah pihak.

“Saya sayangkan penyelesaiannya tidak melalui mekanisme business to business, karena kalau sudah masuk hukum keputusannya melalui konsep hukum. Jangan salahkan jika keputusannya tidak memuaskan kedua belah pihak,” Hal tersebut disampaikan oleh Zainal Arifin dalam dialog publik bertema “ Menjawab Tantangan Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi dan Hukum” yang diselenggarakan oleh Indef/23/7/.

Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Muchtar meminta agar pemerintah membenahi aturan investasi, khususnya terkait infrastruktur kemaritiman, hal ini agar tidak terjadi masalah sengketa seperti pembangunan Pelabuhan Marunda.

Pasalnya,  kasus ketidakpatuhan kontrak-kontrak dalam berbisnis membangun infrastruktur maritim tersebut tidak hanya terjadi pada pembangunan Pelabuhan Marunda.  Puluhan kasus seperti Pelabuhan Marunda akan menghambat investasi, padahal sektor maritim merupakan sektor strategis kebanggan presiden.

Sementara  Faisal Basri ekonomi senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menilai sengketa pembangunan Pelabuhan Marunda berpotensi menghambat investasi infrastruktur kemaritiman ke depannya.

Konflik berlarut-larut di internal PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai perusahaan patungan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) hingga ke Mahkamah Agung (MA) menunjukkan tidak ada kepastian investasi di Indonesia. 

“Seharusnya konflik antara KBN dan KTU diselesaikan melalui mekanisme business to business. Tapi ini sudah terlambat karena prosesnya sudah masuk ke MA tinggal menunggu keputusan,” ujar Ekonom Senior INDEF Faisal Basri di Jakarta.

Menurutnya, konflik tak kunjung dibangunnya Pelabuhan Marunda berawal dari  KTU dan KBN yang bersepakat membentuk anak perusahaan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15 persen berupa goodwill yang tidak akan terdelusi dan KTU sebesar 85 persen.
 
Adapun proyek pembangunan infrastruktur tol laut KCN dari awal disepakati tanpa APBN/APBD. Namun, seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50. 

Namun setelah disepakati KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN.  “Tentu perkara ini akan menyulitkan investor karena tidak sesuai perjanjian kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Ketidakpatuhan terhadap kontrak awal itu akan menjadi masalah besar bagi investor lain masuk di sektor maritim,” kata dia. 

Untuk itu, kata Faisal, pemerintah perlu meninjau kembali aturan-aturan terkait investasi kemaritiman di dalam negeri, dan jika tidak dibenahi dipastikan akan menghambat investasi di sektor kemaritiman. 

“Saya berharap pemerintah bergerak cepat untuk mengatasi hal-hal seperti ini. Utamanya kepada Presiden Jokowi sebagai punya kekuasaan penuh menyelesaikan hambatan-hambatan investasi seperti ini,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

34  +    =  37