Nasional

Pakar Hukum Tata Negara soal Pilkada: Masyarakat Mau Tidak Bertemu Banyak Orang dengan Potensi Tertular Corona?

Channel9.id-Jakarta. Pakar Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, mempersoalkan keputusan pemerintah tetap menggelar Pilkada serentak 2020 pada Desember mendatang. Menurutnya, Pilkada 2020 secara rasional harus ditunda, minimal tahun depan agar punya stamina dan dipersiapkan dengan lebih matang.

“Jika alasannya pemimpin yang diperpanjang waktunya tidak punya kewenangan cukup, dibuat saja Perppu untuk penanganan corona. Itu sangat sederhana,” ujarnya dalam diskusi virtual bersama PMKRI, Rabu (17/6).

Zainal juga mengatakan, belum menemukan alasan rasional maupun yuridis dari DPR dan Pemerintah yang tetap berkukuh melaksanakan Pilkada pada tahun ini. Apalagi, menurutnya, pemerintah dan DPR sudah tahu jika Pilkada 2020 terancam sepi peminat karena digelar di tengah wabah COVID-19.

“Pemerintah dan DPR sudah tahu ancamannya tapi tetap digelar, yaitu tingkat pemilih. Orang mau enggak datang ke TPS dengan ancaman ketemu orang lain (dan bisa terpapar virus corona)? Saya aja enggak, karena secara rasional sudah mikir apa iya saya harus datang ke pilkada dan ketemu orang ramai,” ucapnya.

Zainal juga menilai, pemerintah tidak bisa mengharapkan para pemilih membawa sendiri masker dan hand sanitizer ke TPS. Sebab, kesadaran tersebut menurut Zainal baru tumbuh di daerah perkotaan saja.

“Saya menganggap itu otak Jakarta. Kalau di Jogja ya mungkin separuh yang bawa sendiri. Kita lihat lapisan di bawah, yang namanya tingkat ekonomi sudah ada di tingkat mengkhawatirkan, dan kenapa kok tetap dipaksakan? Pengeluaran negara sudah tinggi, kenapa kok masih dipaksakan dengan pilkada di saat COVID-19,” tuturnya.

Belum lagi, kata Zainal, kemampuan petugas dalam mengumpulkan orang namun tetap memberlakukan protokol kesehatan bukan hal yang mudah. Ia juga menyangsikan, dalam waktu dekat, para petugas di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020 bisa memiliki kualitas yang sama.

“Saya menduga jangan-jangan nanti ini jadi alasan pembenar ketidakakuratan, pekerjaan yang tidak memadai di tingkat petugas. Belum lagi soal kesehatan petugas, kalau tadi Mas Ilham (KPU) bilang akan cari yang muda jangan kira yang muda itu tidak mudah sakit. Apakah di kepala kita sudah begitu murah harga nyawa?” tanyanya.

Ia juga meminta agar pemerintah serta penyelenggara pemilu mempertimbangkan lagi demografi pemilih di Indonesia, terutama dari segi kesehatan dan usia pemilih. Sebab, menurut Zainal, secara otomatis ia akan melarang orang tuanya yang sudah tua untuk ikut datang ke TPS karena rentan terpapar COVID-19.

“Saya pikir agak kelabu dengan paksaan, saya belum tahu alasan yuridisnya entah untuk apa dipaksakan. Kalau memang dipaksakan ya negara harus siap dengan konsekuensinya dan mudah-mudahan negara mau tanggung jawab seperti itu,” pungkasnya. (IG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  35  =  43