Channel9.id-Jakarta. Memahami akar kesejarahan Indonesia itu penting untuk memahami bangsa Indonesia. Untuk mengetahui peran itu, bisa ditelisik dengan memahami Pancasila. Demikian ungkap sejarawan Universitas Indonesia Bondan Kanumoyoso.
Menurut Bondan, Pancasila merupakan representasi dari nilai-nilai ataupun kearifan bangsa. “Ada nilai moral dan nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Ini mencakup seluruh bangsa Indonesia. Jadi, semuanya tertuang di Pancasila,” lanjut Bondan, saat dia cara diskusi daring bertajuk “Pancasila: Membangun Karakter dan Janji Bernegara – Sila ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’”, yang diadakan oleh PARA Syndicate, Jumat (12/6).
Bondan melanjutkan, siapa saja akan menyadari bahwa bangsa Indonesia telah melalui perjalanan panjang jika memahami Pancasila. “Karena di balik Pancasila, ada proses kesejarahan sehingga kita bisa merdeka dan ada hingga saat ini,” sambungnya.
Proses kesejarahan itu bisa dilihat pada Pancasila kedua dan teks Pembukaan 1945. Bondan mengatakan, awal teks Pembukaan 1945—yang juga representasi sila kedua—menunjukkan bahwa Indonesia pernah dijajah. “Jika bangsa Indonesia betul tahu dan paham, maka akan sangat menghargai kemerdekaan. Sebab kita sangat menentang penjajahan,” imbuhnya.
Namun, Bondan turut menyayangkan bahwa akhir-akhir ini banyak dipertanyakan dan dikritisi, bahkan tidak diakui. Padahal di sidang Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tidak ada perdebatan perihal perumusan Pancasila.
“Semua tokoh menerima dengan jelas. Ketika saat ini dipertanyakan, dugaan saya, mereka tidak memahami historisitas Pancasila. Kalau kita memahami bahwa Pancasila hasil dari pemikiran bersama dari seluruh unsur-unsur elemen bangsa, ga ada yang tertinggal, semuanya ada kontribusinya,” terangnya.
Selain itu, Bodan juga tidak memungkiri akan adanya krisis identitas. Menurutnya, itu seperti warisan kesejarahan. Sebab upaya penguatan identitas sektarian atau identitas pelokalan sudah ada sejak masa kolonial, seperti gerakan beridelogi agama belakangan ini.
“Tujuannya memang untuk memecah belah bangsa Indonesia. Pemerintah kolonial itu memang memisahkan antarsuku di wilayah yang mereka kuasai. Orang tidak boleh nyampur. Makanya ada Kampung Ambon, Kampung Bali, Kampung Melayu, Kampung Bugis. Itu segregasi,” jelasnya.
Namun, justru bangsa Indonesia malah bersatu karena adanya kesamaan dalam proses kesejarahan. “Ternyata semangat segregasi itu jangan anggap remeh. Indonesia ternyata integrasinya kuat. Sulit dipisahkan, meskipun kolonialis itu punya kekuatan militer dan ekonomi yang dominan,” kata Bondan.
Misalnya, nasib masyarakat ketika abad ke-19 di mana di sedang dicanangkan Sistem Tanam Paksa atau Culturstelsel. Kemudian kebijakan Undang-Undang Agraria pada 1870 membuat tanah milik penduduk asli dikomersilkan penjajah. Karena tahun itu membuka Indonesia terhadap penanaman modal asing dan merebut kedaulatan ekonomi masyarakat.
Hingga akhirnya, di awal abad ke-20, muncul kebijakan kolonial, Politik Etis. Sejumlah lulusan pendidikan di masa ini kemudian menjadi Para Bapak Pendiri Bangsa atau Founding Fathers. Mereka yang menyadari kesejarahan bangsanya ini, kemudian dengan membuat gerakan kemerdekaan.
“Para Founding Fathers melihat proses kesejarahan bangsa, kemudian memformulasikan strategi untuk mengintegrasikanya menjadi suatu kekuatan yang menyatukan kita,” imbuh Bondan.
Pancasila, lanjut Bondan, berangkat dari situasi itu.
Lebih lanjut, pascakemerdekaan, Indonesia pun kerap dihadapi dengan beberapa gerakan sektarian seperti Darul Islam dan Permesta pada 1956. Keduanya mencoba menggoyahkan dasar negara Indonesia.
“Tetapi, bukannya makin lemah, Indonesia justru makin kuat. Karena kekuatan yang meragukan itu akhirnya tersingkir. Kita kembali kepada kesatuan dengan dibuatnya Dekrit Presiden 1959. Kita semakin kokoh,” jelasnya.
Kemudian pada 1965, di saat perang dingin, ada peristiwa yang ingin memporakporandakan Indonesia. Bondan mengatakan, negara-negara besar dunia terlibat dalam upaya ini. Lalu di penghujung kepemimpinan Soeharto, gerakan sektarian muncul dan mencoba menggoyahkan pancasila.
Namun, kendati banyak upaya yang ingin merusak, Pancasila tidak akan goyah jika dihadapkan dengan beragam tantangan. “Buktinya, Indonesia sudah 75 tahun merdeka, tetapi Pancasila tidak goyah,” tandas Bondan.
(LH)