tarif impor elektronik
Ekbis

Pelaku Usaha Waspadai Efek Domino Kenaikan Bea Masuk Elektronik terhadap Tenaga Kerja

Channel9.id, Jakarta – Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI) mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam rencana intensifikasi tarif bea masuk untuk produk impor elektronik. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menekan kegiatan usaha dan memperlambat pemulihan ekonomi nasional.

Ketua Umum GINSI, Subandi, mengatakan bahwa penambahan tarif bea masuk di tengah daya beli masyarakat yang masih lemah justru bisa menimbulkan efek berantai bagi pelaku usaha.

“Sudah pasti menjadi beban di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Daya beli masyarakat masih rendah, dan kebijakan ini bisa memperparah tekanan di sektor perdagangan,” ujarnya saat dihubungi Rabu (15/10/2025).

Menurut Subandi, peningkatan tarif bea masuk tidak hanya akan memberatkan importir, tetapi juga dapat mengganggu penyerapan barang di pasar. Kenaikan harga jual produk elektronik yang diakibatkan oleh bea tambahan bisa menurunkan minat konsumen dan menekan perputaran ekonomi di sektor ritel.

“Bisa menghentikan kegiatan usaha, bukan saja importirnya, tapi juga gerai-gerai dan pedagang jika barang impor tidak terserap di pasar,” jelasnya.

Ia menambahkan, penurunan penjualan akibat kenaikan harga berpotensi menimbulkan efek domino pada rantai distribusi hingga ke lapangan kerja. “Jika penjualan lesu, bisa berdampak pada pengurangan dan bahkan penghentian impor, menutup gerai penjualan, dan berujung pada dirumahkannya pekerja,” tegasnya.

Pemerintah sendiri saat ini tengah mengkaji kebijakan intensifikasi bea masuk terhadap sejumlah produk impor, termasuk barang elektronik, sebagai bagian dari strategi meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperkuat industri dalam negeri.

Langkah ini sejalan dengan meningkatnya target penerimaan kepabeanan dan cukai dalam APBN 2026, yang ditetapkan sebesar Rp336 triliun atau naik 11,4% dibandingkan outlook 2025 senilai Rp301,6 triliun.

Kendati demikian, kalangan pelaku usaha berharap kebijakan tersebut tetap mempertimbangkan kondisi pasar domestik agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap aktivitas perdagangan dan penyerapan tenaga kerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7  +  1  =