Channel9.id-Jakarta. Ahli Madya Biro Hukum Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Polaris Siregar menyebut pemberian gelar doctor honoris oleh perguruan tinggi merupakan otonomi perguruan tinggi. Hal ini merespons soal Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang menolak penganugerahan gelar doctor kepada Ma’ruf Amien dan Erick Thohir.
“Kriteria untuk seseorang mendapat honoris causa itu sudah jelas. Itu ada peraturannya. Kalau di dalam kampus itu ada mekanisme yang sesuai dengan masing-masing kampus, yang menjadi bagian dari otonomi perguruan tinggi,” ujar Polaris dalam Sarasehan UNJ, Kamis (21/10/2021).
Dia menjelaskan ada tiga aturan yang menjadi dasar hukum pemberian gelar doktor honoris causa oleh UNJ.
Pertama adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Permenristekdikti Nomor 65 Tahun 2016 tentang Gelar Doktor Kehormatan, dan Permenristekdikti Nomor 42 Tahun 2018 tentang Statuta UNJ. “Tiga ini jadi hukum yang perlu dirujuk,” ujarnya.
Polaris mengatakan dalam Pasal 27 UU Dikti perguruan tinggi yang memiliki program dokor memang belum disebut soal akreditasi. Namun hanya menyebutkan perguruan tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan.
“Kata berhak di sini adalah hak perguruan tinggi. Jadi boleh digunakan, boleh tidak. Jadi tidak wajib,” katanya.
Baca juga: UNJ Akan Berikan Gelar Doktor Honoris Causa Kepada Ma’ruf Amin
Polaris melanjutkan pada Pasal 27 ayat 2 tertulis bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai gelar doktor kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri. Hal tersebut menunjukkan ada syarat materil berupa kriteria bagi seseorang yang layak memperoleh gelar doktor kehormatan atau doktor honoris causa.
Di Permenristekdikti Nomor 65 Tahun 2016, kata Polaris, pasal 1 menyebutkan bahwa gelar doktor kehormatan merupakan gelar kehormatan yang diberikan perguruan tinggi yang memiliki program doktor dengan peringkat terakreditasi A atau unggul. Kemudian, dalam aturan tersebut juga mensyaratkan perseorangan disebut layak.
“Jadi ada penilaian perseorangan itu layak karena jasa-jasa luar biasa dan sama dengan bunyi undang-undang,” ujarnya.
Sementara, dalam kesempatan terpisah Plt. Dirjen Diktiristek, Kemendikbudristek, mengingatkan kepada UNJ, agar tetap berhati-hati dalam memberikan gelar honoris causa kepada seseorang, terutama pejabat. Menurutnya harus jelas prestasi orang yang akan diberi gelar kehormatan tersebut.
Honoris causa, kata dia, dapat diberikan kepada seseorang yang punya prestasi serta kontribusi luar biasa pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Sehingga siapapun yang memenuhi kriteria itu, sangat bisa mendapatkan gelar kehormatan.
“Jadi tidak ada larangan. Yang kita inginkan kampus itu kompak ya artinya seluruh perguruan tinggi tata kelolanya kolegial di masyarakat perguruan tinggi. Jadi perlu diperlukan adalah kesepakatan internal perguruan tinggi itu yang penting,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (21/10) dikutip dari laman Kemendikbudristek.
Sebelumnya, UNJ mengeluarkan pernyataan terkait pemberian gelar doktor kehormatan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir. Rencana pemberian gelar ini menuai penolakan dari yang mengatasnamakan Aliansi Dosen UNJ yang dikomandoi Ubedillah Badrun.
IG