Channel9.id, Jakarta. Pemerintah kembali memperkuat agenda hilirisasi mineral. Kali ini, emas menjadi komoditas terbaru yang dikenai bea keluar dengan skema tarif progresif. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi menerbitkan aturan baru yang mematok bea keluar hingga 15%, tergantung pergerakan harga emas global.
Kebijakan tersebut tertuang dalam PMK Nomor 80 Tahun 2025, yang diteken 17 November dan diundangkan pada 9 Desember 2025. Regulasi ini menandai langkah agresif pemerintah untuk mengerem ekspor emas mentah, sekaligus mendorong industri pengolahan di dalam negeri.
Dalam pertimbangannya, pemerintah menegaskan bahwa bea keluar diberlakukan untuk memastikan pasokan domestik aman dan mendukung hilirisasi. Harga emas dunia yang terus mendaki dianggap perlu diimbangi instrumen fiskal agar nilai tambah tidak lari ke luar negeri.
Aturan baru ini menetapkan dua lapis tarif berdasarkan Harga Referensi emas per troy ounce:
Layer 1: US$2.800 – < US$3.200
Layer 2: ≥ US$3.200
Tarif bea keluar disusun berdasarkan tingkat pengolahan: Produk dore (emas mentah/bongkah), 12,5% pada harga layer pertama, 15% pada harga layer kedua, produk hilir seperti minted bars & cast bars (bukan dore): 7,5% pada layer pertama, 10% pada layer kedua.
Dengan struktur ini, pemerintah memberi insentif agar pelaku usaha mempercepat pengolahan di dalam negeri.
Harga referensi emas akan ditetapkan Menteri Perdagangan berdasarkan harga mineral acuan. Sementara itu, Harga Patokan Ekspor (HPE) sebagai dasar penghitungan bea keluar ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Skema perhitungan menggunakan format ad valorem: Tarif × Jumlah Barang × Harga Ekspor × Nilai Tukar.
Pelaku industri hanya punya waktu dua pekan untuk bersiap. PMK ini berlaku 14 hari setelah diundangkan, sehingga tarif baru akan efektif mulai 23 Desember 2025.
Kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah ingin memperdalam struktur industri emas, mengurangi ekspor mentah, serta memperkuat kontribusi sektor mineral terhadap rantai nilai domestik.





