Channel9.id-Jakarta. Di tengah maraknya kasus peretas dan kebocoran data, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk memperkuat sistem keamanan digital negara.
Menurut Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin, maraknya kasus kebocoran data dan serangan siber harus mendapat perhatian khusus. Ia lantas mendorong sinergi antara kementerian dan lembaga terkait untuk mengusut kasus tersebut.
“Saya mendorong agar kementerian dan lembaga terkait bersinergi untuk mengusut kebocoran data ini, dan selanjutnya menjaga dengan sistem keamanan digital yang lebih canggih lagi,” tutur Nurul Arifin, Senin (19/9). “Kita berharap sistem peralatan yang lebih canggih dapat menangkal peretas.”
Di samping itu, Nurul juga mendorong pemerintah untuk memperbanyak sumber daya manusia (SDM) di bidang teknologi atau IT. Terutama ahli teknologi yang mampu menghalau peretas maupun kejahatan siber lainnya.
“Paling tidak, ada open recruitment SDM yang terlatih atau skillful (mahir) di setiap kementerian dan lembaga. Entah itu Programmer, IT Support, Security Engineer, dan sebagainya,” kata Nurul.
Ia menilai pemerintah bisa memperkuat sistem keamanan digital dengan merekrut SDM itu, yang memiliki idealisme dan kemampuan yang tinggi. Sehingga, ucap Nurul, keterampilan mereka bisa diarahkan untuk berkontribusi kepada negara.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah membentuk tim darurat yang beranggotakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN). Selain itu, bergabung pula Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri.
Sebelum pembentukan tim itu, Komisi I DPR dan pemerintah telah menepakati membawa Rencana Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna DPR. Selanjutnya bisa disahkan sebagai UU. RUU PDP sudah sangat mendesak dan penting untuk memberikan kesetaraan hak dalam perlindungan data di tingkat internasionall.
Komisi I DPR berharap pemerintah bisa mengatasi berbagai persoalan kebocoran data dan serangan siber—yang menurut Nurul kian masif. “Oleh karenanya, perlu ada upaya strategis dalam menghadapi berbagai ancaman keamanan di ranah digital, utamanya terkait data pribadi,” tambah Nurul.
Untuk diketahui, akhir-akhir ini kerap terjadi masalah kebocoran data. Mulai dugaan kebocoran 1,3 miliar data registrasi kartua SIM, kebocoran 105 juta data pemilih warga Indonesia, hingga berkaitan dengan dokumen surat Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk koleksi dari Badan Intelijen Negara (BIN).