Channel9.id, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal mulai 2029 menimbulkan tantangan serius dalam masa transisi kekuasaan, terutama terkait kekosongan jabatan kepala daerah dan anggota legislatif daerah. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti kebutuhan penataan ulang sistem ketatanegaraan untuk menjembatani perubahan ini.
Heroik Mutaqin Pratama, peneliti senior Perludem, menyebut salah satu dampak utama adalah potensi kekosongan jabatan publik di tingkat lokal. Dalam skema baru, pemilu lokal dijadwalkan minimal dua tahun setelah pemilu nasional. Artinya, pelaksanaan pemilu kepala daerah dan DPRD berikutnya akan berlangsung sekitar tahun 2031. Padahal, masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2024 akan habis di 2029–2030, dan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 berakhir pada 2029.
“Mahkamah menyebut hal ini sebagai fase transisi, dan idealnya memang perlu ada penyesuaian agar tak terjadi kekosongan kekuasaan,” ujar Heroik dalam diskusi virtual, Sabtu (28/6/2025).
Selama masa kekosongan, jabatan kepala daerah dapat diisi oleh penjabat (Pj) yang ditunjuk pemerintah pusat. Namun, menurut Heroik, mengandalkan Pj secara menyeluruh justru berpotensi menggerus legitimasi publik dan akuntabilitas pemerintahan lokal. “Pertanyaannya, apakah kita mau seluruh daerah dipimpin oleh Pj?” tuturnya.
Lebih pelik lagi, tak ada mekanisme serupa bagi kursi DPRD yang kosong, karena anggota legislatif tidak dapat digantikan oleh penjabat. Untuk itu, Perludem mengusulkan skema perpanjangan masa jabatan sebagai solusi konstitusional dan politis yang paling rasional. Dalam usulan tersebut, masa jabatan anggota DPRD diperpanjang dua tahun, sedangkan masa jabatan kepala daerah diperpanjang sekitar satu tahun hingga 2031.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 secara resmi mengubah wajah pemilu serentak yang selama ini dilaksanakan dalam satu waktu untuk lima jenis pemilihan. Mulai 2029, pemilu nasional (presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD) dan pemilu lokal (kepala daerah, DPRD) akan dilaksanakan secara terpisah dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun.
Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusannya menjelaskan bahwa pemisahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemilu dan memberikan ruang partisipasi yang lebih sederhana bagi pemilih. Namun, dampaknya terhadap struktur pemerintahan lokal kini tengah menjadi perdebatan serius.
Perludem mendorong pemerintah dan DPR untuk segera menyusun langkah mitigasi transisi, termasuk perubahan peraturan perundang-undangan yang relevan, seperti UU Pemilu dan UU Pilkada. “Tanpa pengaturan jelas, kita berisiko masuk ke dalam masa pemerintahan tanpa legitimasi penuh di banyak daerah,” tutup Heroik.