Hot Topic

Penamaan Jalan Soekarno Ramai Jadi Polemik di Belanda

Channel9.id + Jakarta. Rencana pemberian nama Jalan Soekarno menjadi polemik yang ramai dibicarakan publik dan media di Belanda. Nama Soekarno, Hatta dan Sjahrir belakangan hilang dari daftar nama yang diusulkan menjadi nama jalan.

Sejarawan Belanda yang lama tinggal dan penelitian seputar kemerdekaan Indonesia di Bali, Anne Lot-Hoek menulis di media NRC Handelsblad (NRC.NL), seputar perdebatan pentingnya nama para pejuang kemerdekaan Indonesia menjadi jalan di Amsterdam.

Dalam tulisannya yang berjudul “Gemiste Koloniale Geschiedenis, Gemiste Kans” NRC.NL menyebutkan seputar pemberian nama-nama pejuang kemerdekaan Indonesia di Belanda. Amsterdam telah memutuskan untuk memberi nama 27 jalan di IJburg setelah orang-orang perlawanan anti-kolonial di Indonesia, di bekas Antillen Belanda dan di Suriname.

Pemberian nama jalan ini oleh Dewan Kota sebagai langkah penting menciptakan lebih banyak keragaman di ruang publik. Diskusi tentang “dekolonisasi” ruang itu sejauh ini terutama tentang apakah atau tidak untuk menghapus patung dan tanda-tanda jalan pahlawan kolonial yang jatuh, seperti Jan Pieterszoon Coen (1587-1629). Sebuah debat penting, tetapi dengan nama setelah para pejuang perlawanan ini ada lebih banyak perhatian untuk sejarah Indonesia.

Dua politisi perempuan Indonesia diberi nama jalan, termasuk jurnalis Soerastri Trimoerti yang menjadi menteri ketenagakerjaan pada tahun 1947. Para politisi Roestam Effendi, Tan Malaka, dan Nico Palar juga mendapatkan jalan.

Tetapi cukup mengejutkan, nama-nama tiga pendiri Republik Indonesia hilang: Soetan Sjahrir, Mohammad Hatta dan Sukarno, masing-masing Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri dan Presiden Pertama Indonesia. Kotamadya tampaknya semakin jauh dari perjuangan politik dan diplomatik yang intensif di Indonesia dengan Kanal Merdeka yang baru, tulis NRC.NL

Dalam pandangan publik Belanda, nama Soekarno masih menjadi kotroversi, terutama tudingan sebagai kolabolator Jepang dan ketidakmampuannya dalam menghadapi insiden pembunuhan orang-orang Belanda di Indonesia yang terjadi setelah Proklamasi 17 Agustus 1945.

Soetan Sjahrir dan Bung Hatta, adalah dua nama pejuang kemerdekaan Indonesia yang pernah mendapat pendidikan tinggi di Belanda. Bung Hatta dengan Perhimpunan Indonesia-nya, menjadi organisasi paling getol memperjuangkan kemerdekaan di Belanda.

Sejarawan Bonie Triyana menyebutkan bahwa dirinya sudah mengirimkan artikel sebagai tanggapan atas permintaan Redaksi NRC.NL. “Dalam argumentasi artikel saya, tuduhan itu tidak pernah dapat dibuktikan dan Soekarno tidak pernah diadili sebagai penjahat perang dalam pengadilan kejahatan perang seperti yang terjadi pada Phillippe Petain (Vichy, Prancis) dan Anton Musserts (NSB, Belanda),” ujar Bonie.





 

Edy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

87  +    =  90