Channel9.id-Jakarta. Pengamat hukum Rudi Andries menyebut, perlu adanya jabatan struktural Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Militer di Kejaksaan Agung. Menurutnya, hal ini perlu diwujudkan segera seiring penyempurnaan Integrated Criminal Justice System.
“Ini menjadi penting, supaya alur dan jalur manajemen perkara pidana militer yang diatur secara khusus dalam undang-undang peradilan militer (lex specialis) menjadi lebih jelas dan spesifik. Mulai dari proses pratut, sampai penuntutan di pengadilan militer oleh jaksa militer yang ada di bawah organisasi kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut umum di Indonesia menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,” jelasnya di Jakarta, Rabu (10/06).
Rudi yang juga seorang Pengamat Geo Strategic/ Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia (LAPEKSI) menuturkan, ide tersebut berawal dari Andhi Nirwanto yang merupakan Wakil Jaksa Agung pada 2013-2016. Andhi menggagas ide tentang perlunya ada posisi JAM Tindak Pidana Militer pada struktur organisasi kejaksaan yang disesuaikan dengan eksistensi Oditurat Militer di daerah.
“Banyak alasan yang diutarakan beliau tentang tersebut, antara lain, argumen yuridisnya: agar dalam penegakan hukum di negara hukum Republik Indonesia yaitu pasal 1 ayat 3 UUD 1945, kepada segenap warga negara dijamin adanya equality before the law tidak terjadi diskriminasi dan disparitas sebagaimana diamanatkan UUD 1945 pasal 27,” papar Rudi.
Ia menilai, hal ini dapat terwujud manakala pengendali penanganan perkara sesuai asas dominus litis berada di satu tangan yaitu Jaksa Agung.
“Pada penjelasan pasal 57 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dinyatakan bahwa Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas penuntutan bertanggungjawab kepada Jaksa Agung RI selaku Penuntut Umum Tertinggi di Republik Indonesia melalui Panglima TNI,” ucapnya.
Posisi Jaksa Agung yang sangat strategis ini, sambung Rudi, juga dapat dilihat dalam pasal 39 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK).
Dalam hal terjadi perkara koneksitas, disebutkan jika Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer. Sehingga menjadi sangat relevan bila struktur organisasi di bawah Jaksa Agung itu ada JAM Bidang Tindak Pidana Militer, hal ini juga sejalan dengan yang ada di Mahkamah Agung (MA) yaitu Ketua Muda (TUADA) Pidana Militer.
Rudi mengungkapkan, gagasan dari Andhi Nirwanto sebenarnya sudah mulai diwacanakan saat beliau menjabat JAM Pidsus pada 2011-2013. Saat itu, ide tersebut mendapat respon positif baik dari kalangan militer, akademisi, praktisi hukum dan masyarakat. Namun ketika masa Jaksa Agung M. Prasetyo, gagasan ini seakan ditelan bumi.
“Baru sekarang ini dilanjutkan oleh kader-kader potensial Kejaksaan ke depan seperti Dr. Asep N Mulyana, Dr. Reda Manthovani, R. Narendra Jatna, SH, dan lain-lain,”imbuhnya.
Rudi memberi contoh kasus ASABRI yang saat itu sempat membuat heboh, namun akhirnya tidak berlanjut.
“Karena gak jelas siapa yang harus menangani, KPK atau Polisi? Mestinya jaksa yang memiliki koneksitas akan lebih mudah menanganinya apabila ada JAM TP Militer yang berada langsung di bawah Jaksa Agung,” tandasnya.