Channel9.id – Jakarta. Pengamat Komunikasi Politik Hendri Satrio menyatakan, pandemi Covid-19 harus dilawan dengan memanfaatkan tiap sumber daya yang dimiliki Indonesia. Menurut Hendri, ilmu pengetahuan bisa diandalkan sebagai ujung tombak melawan virus asal Wuhan itu.
“Kita harus menang dengan mengandalkan setiap ‘resources’ yang kita miliki, dan mengandalkan sains sebagai ujung tombak,” kata Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI ini, Jumat (10/4).
Hendri menilai, melawan Covid-19 tidak seperti melawan manusia, kelompok, entitas negara. Tetapi, menghadapi virus atau penyakit sehingga memerlukan pendekatan dan strateginya khusus.
Menurut Hendri, pemerintah, militer, dan polisi perlu percaya kepada dokter, epidemiolog, ahli-ahli kesehatan, ahli komunikasi, kesejahteraan masyarakat, dan ekonom dalam menentukan strategi yang tepat.
Tiap langkah harus dikuantifikasi dalam kacamata medis, dalam kacamata sosiologis, dan dalam kacamata ekonomi. Jika diperlukan mobilisasi dan pendisiplinan, maka harus merujuk pada koridor keterhitungan berdasarkan ilmu pengetahuan tersebut itu.
“Pengabaian terhadap sains akan membuat kita pada fatalisme,” katanya.
Selain itu, Indonesia perlu belajar dari keberhasilan dan kesalahan dari negara lain. Salah satunya, melihat pengalaman negara lain dalam menerapkan karantina wilayah yang terbukti berhasil menekan jumlah korban.
Ia mencontohkan, penerapan karantina wilayah di Italia sebelumnya banyak pihak yang meragukan. Namun, karantina wilayah yang mereka lakukan cukup berhasil menekan jumlah korban. Meski, efeknya mengalami penundaan 2-3 minggu menyesuaikan masa inkubasi.
“Kita bisa lihat grafik eksponensial peningkatan jumlah korban di Italia menunjukkan perbaikan, ada harapan mereka akan berhasil mengontrol penyebaran dan pertambahan jumlah korban Covid-19 ,” katanya.
Terkait penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia, Hendri menilai, strategi itu bisa efektif bila bangsa Indonesia belajar dari apa yang dilakukan oleh China dan Italia. Termasuk mempertimbangkan kesalahan yang mereka lakukan, serta menghitung sumberdaya.
Misalnya, pada awalnya warga Italia banyak yang tidak mematuhi peraturan karantina kewilayahan yang mereka berlakukan terutama anak muda. Ketidakpatuhan itu mempercepat penyebaran Covid-19, dan tumbangnya lansia.
Anak-anak muda menjadi pembawa virus (carrier), sedangkan mereka yang ada di rentang usia rentan serta pemilik penyakit bawaan menjadi korban.
“Ketidakpatuhan di Italia misalnya disebabkan tidak sepenuhnya publik terinformasi dengan baik, terkait ancaman sebenarnya dari COVID-19,” katanya.
(Hendrik)