Channel9.id-Myanmar. Sekitar 38 pengunjuk rasa di Myanmar menjadi korban tindak kekerasan junta militer terhadap massa anti-kudeta pada hari Minggu (15/3/2021), ungkap salah satu kelompok advokasi disana. Para jenderal Myanmar yang mengkudeta pemerintahan Myanmar pada 1 Februari mendeklarasikan darurat militer di dua titik Kota Yangon setelah pabrik Cina terbakar disana.
Seorang petugas kepolisian juga menjadi korban pada unjuk rasa hari Minggu yang membuatnya menjadi hari paling berdarah semenjak kudeta terjadi enam minggu lalu.
Baca juga : Aung San Suu Kyi Kembali Terkena Dakwaan
Total korban yang meninggal semenjak terjadinya kudeta menjadi 126 orang, ungkap Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), dan memperingatkan bahwa korban meningkat dengan drastis. Jumlah orang yang ditangkap naik hingga 2,150 pada hari Sabtu, tambahnya.
Pada hari Minggu, gumpalan asap hitam pekat terlihat dari daerah industrial Hlaing Thar Yar kota Yangon. Asap hitam tersebut datang setelah dua pabrik Cina terbakar dan para petugas keamanan pun mulai melepaskan tembakannya. Setidaknya 22 warga meninggal karena tertembak dan 20 lainnya luka-luka, termasuk tiga yang sedang dalam kondisi krisis, ujar AAPP.
Kedutaan Cina di Myanmar mengatakan staf pabrik Cina disana terluka dan terjebak disaat pabriknya di rampok dan dibakar oleh sekelompok orang yang tak dikenal.
Sepanjang hari, para warga yang berdiam diri dirumah ketakutan melaporkan sering mendengar suara tembakan, disaat truk militer terlihat berpatroli di jalanan Hlain Thar Yar.
Seorang dokter mengatakan kepada agensi berita AFP bahwa ia sudah merawat sekitar 50 orang yang terluka. “Saya tidak dapat bicara – pasien masih terus berdatangan,” katanya sebelum menutup telponnya.
Kericuhan juga terjadi di kota lain, termasuk di Kota Mandalay, yang dilaporkan seorang wanita tertembak mati, dan juga di Bago dimana dua orang meninggal.
Selain itu, stasiun televisi militer, MRTV, melaporkan seorang polisi meninggal dikarenakan luka di dadanya setelah bentrok dengan pengunjuk rasa di Bago. Dia merupakan polisi kedua yang meninggal pada unjuk rasa di Myanmar.
Dokter Sasa, perwakilan dari anggota parlemen terpilih dari majelis yang membentuk pemerintahan pararel, menyerukan solidaritasnya kepada para warga yang terdampak dari tindakan junta militer.
“Pelaku kejahatan, pelaku kekerasan, musuh masyarakat Myanmar, dan SAC (State Administrative Council) yang jahat akan dimintai pertanggung jawabannya atas segala tumpah darah yang terjadi di sini,” katanya.
(RAG)