Ekbis

Pengusaha Meminta Omnibus Law Hapus Kewenangan KPPU sebagai Hakim

Channel9.id-Jakarta. Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono meminta Omnibus Law Rancangan Undang-UndangCipta Kerja menghapus kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai hakim. Pengusaha menginginkan KPPU hanya memiliki kewenangan sebagai pelapor, pemeriksa, dan penuntut.

“Sebenarnya muatan penting yang seharusnya dapat diluruskan adalah kewenangan KPPU yang terintegrasi antara sebagai pelapor, pemeriksa, penuntut sekaligus hakim. Kewenangan ini yang selalu menjadi perdebatan selama ini,” kata Iwantono, Sabtu, 22 Februari 2020.

Dia mengatakan dengan kewenangan KPPU saat ini, banyak pihak yang menjadi terlapor di Komisi merasa tidak diperlakukan secara adil. “Kami mengusulkan KPPU punya fungsi sebagai pelapor, pemeriksa, dan penuntut. Sedangkan fungsi sebagai hakim harus dipisahkan dan berada di dalam sistem peradilan biasa atau adanya hakim khusus misalnya di pengadilan niaga,” ujarnya.

Iwantono mengatakan, pengadilan khusus persaingan usaha diperlukan, sebab substansi hukum persaingan usaha sangat pelik, rumit dan memerlukan keahlian khusus di bidang bisnis, ekonomi, dan hukum. Dia juga mengingatkan sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi, KPPU adalah lembaga administratif independen terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Komisi melakukan penegakan hukum dalam wilayah hukum administrasi.

“Dengan demikian, sekiranya KPPU tetap punya kewenangan membuat putusan, maka putusan KPPU bersifat penuntutan,” kata Iwantono.

Dia juga meluruskan mengenai kekhawatiran penghapusan pasal substantif mengenai pidana monopoli dagang di dalam omnibus law. “Pemahaman ini tidak benar, menurut draf omnibus lawtidak menghapus substansi tersebut dan tetap berlaku,” katanya.

Demikian juga denda pidana juga tidak dihapus. “Yang ditiadakan adalah pidana tambahan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dimana menurut saya pasal ini juga sebenarnya tidak terlalu penting karena dalam praktiknya jarang diterapkan,” kata Iwantono.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

71  +    =  78