Channel9.id – Jakarta. Perkumpulan Aktivis 98 menyerukan perlunya koreksi arah perjalanan bangsa dalam memperingati 27 tahun Reformasi. Mereka menilai cita-cita Reformasi saat ini semakin menjauh dan dilupakan oleh elite politik.
Ketua Presidium Perkumpulan Aktivis 98, Muhamad Suryawijaya, menyatakan bahwa Reformasi lahir dari keberanian rakyat biasa, bukan oleh elite politik. Ia menyebut mahasiswa, buruh, petani, dan kaum muda sebagai kekuatan utama yang menumbangkan rezim otoriter pada 1998.
“Sejarah bangsa ini tidak ditulis hanya oleh pena kekuasaan, tetapi juga oleh darah, air mata, dan suara rakyat yang berani berkata ‘cukup,'” kata Suryawijaya dalam pernyataan resmi, Rabu (21/5/2025).
Ia menegaskan bahwa para aktivis ‘98 turun ke jalan bukan untuk mencari popularitas, melainkan karena tak sanggup melihat ketidakadilan terus berlangsung. Menurutnya, mereka berdiri di garis depan bukan untuk menumbangkan individu, tetapi sistem yang menindas rakyat.
“Kami, para Aktivis 98 adalah generasi yang dulu menyaksikan sendiri bagaimana teman-teman kami diculik, dipukuli, dibungkam, bahkan hilang tanpa jejak,” ucapnya.
Lebih lanjut, Suryawijaya menyampaikan keprihatinan bahwa hukum kini tak lagi menjadi panglima, melainkan alat tukar kekuasaan. Demokrasi disebut hanya menjadi seremoni lima tahunan tanpa makna substantif, sementara ruang publik dikontrol oleh oligarki informasi.
“Suara kritis dibungkam. Mahasiswa dibenturkan dengan aparat,” tuturnya.
Ia menuding elite politik saat ini bermain dalam skenario besar mempertahankan kekuasaan, tanpa memedulikan idealisme yang dulu mengangkat mereka. Kabinet yang ada dinilai diisi oleh orang-orang yang pandai berkompromi, bukan yang memiliki integritas.
“Kami melihat bagaimana kabinet yang ada bukan diisi oleh orang-orang yang visioner dan berintegritas, melainkan oleh mereka yang pandai berkompromi, bertransaksi, dan bertahan dengan kepalsuan,” jelasnya.
Dalam pernyataan sikapnya, Perkumpulan Aktivis 98 mengajukan lima tuntutan. Pertama, menjalankan reformasi hukum secara menyeluruh dan tanpa kompromi, termasuk menegakkan supremasi hukum secara independen dan membersihkan institusi hukum dari praktik korupsi.
Kedua, mereka menuntut reformasi kabinet agar diisi oleh figur-figur berintegritas, termasuk aktivis 98 yang dianggap memiliki legitimasi moral dalam menjaga marwah demokrasi. Kabinet saat ini dinilai tidak berpihak pada rakyat.
“Hal inilah yang menjadi landasan urgensi dilakukannya reshuffle kabinet, agar pos-pos strategis diisi oleh para aktivis 98 yang memiliki legitimasi moral dan etika dalam menjaga marwah demokrasi, supremasi hukum, serta stabilitas dan keadilan ekonomi,” jelas Suryawijaya.
Ketiga, mereka menyerukan penghentian segala bentuk pelemahan demokrasi, termasuk pembungkaman kritik dan represi terhadap gerakan mahasiswa. Demonstrasi disebut sebagai wujud partisipasi publik yang harus dihargai.
Keempat, mereka mendorong generasi muda menjadi garda depan perubahan. Aktivis 98 mengajak generasi muda untuk meneruskan perjuangan Reformasi dengan semangat kritis dan berpihak pada keadilan sosial.
“Lanjutkan estafet perjuangan reformasi dengan semangat kritis, jujur, dan berpihak pada keadilan sosial,” kata Suryawijaya.
Kelima, mereka mendesak pemerintah menangani krisis ekonomi dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Pemerintah disebut harus fokus pada pemulihan ekonomi yang adil, terutama bagi kelompok rentan.
Lebih lanjut, Suryawijaya menyerukan kesadaran kolektif bahwa bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman kehilangan arah. Ia menegaskan bahwa Reformasi belum selesai dan perjuangan harus terus dilanjutkan.
“Kami hadir tidak untuk bernostalgia, tetapi untuk menyatakan bahwa reformasi belum selesai, dan tidak akan pernah selesai selama ketidakadilan masih bercokol,” pungkasnya.
HT