Channel9.id-Tokyo. KBRI Tokyo menggelar Diskusi Kebangsaan di Balai Indonesia, Sekolah Indonesia Tokyo (SIT), Minggu 10 November 2024. Hadir selaku pembicara utama adalah Dr. KH. Muhammad Hasib (Gus Hasib), cucu dari KH. Abdul Wahab Hasbullah, salah satu ulama pendiri Nahdlatul Ulama bersama KH Hasyim Asyari. Diskusi Kebangsaan dihadiri siswa – siswai SIT, PPI Jepang dan sejumlah pejabat serta staf KBRI Tokyo.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi menegaskan bahwa Diskusi Kebangsaan ini dimaksudkan untuk membangkitkan kembali semangat juang para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa Surabaya 10 November 1945 menurut Dubes Heri adalah momen perlawanan rakyat sipil semesta yang sangat bersejarah dalam menghapuskan upaya penjajahan dari tentara sekutu yang diikuti Belanda.
“Salah satu tokoh di lapangan adalah Bung Tomo yang menggelorakan semangat perlawanan dengan meneriakkan takbir. Memang korbannya besar, tetapi dengan peristiwa pertempuran Surabaya melalui kekuatan rakyat sipil pada waktu itu mampu mempertahankan kemerdekan dan secara perlahan memperoleh pengakuan dari dunia internasional. Jangan dilupakan pula peran strategis para ulama yang bersinergi dengan sejumlah tokoh nasional, diantaranya melalui apa yang disebut Resolusi Jihad,” katanya.
Resolusi Jihad atau resolusi perang suci lahir di Surabaya pada 21 Oktober 1945. Kala itu, delegasi NU dari Jawa dan Madura hadir di kantor PB Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) di Jalan Bubutan VI/2, Surabaya. Pertemuan dimaksudkan untuk menunaikan amanat Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan Tanah Air. Sejak disebarkan 22 Oktober 1945 Resolusi Jihad efektif membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur, terutama di Surabaya.
Dr. KH. Muhammad Hasib Wahab kepada peserta diskusi yang dimoderatori Koordinator Fungsi Politik KBRI Tokyo Ali Andika Wardhana menjelaskan seputar Resolusi Jihad yang menjadi titik awal perlawanan semesta melawan tentara sekutu dari kaum santri dan rakyat.
“Beberapa tokoh-tokoh nasional, Muhamadiyah, NU dan para ulama sowan ke KH Hasyim Ashari untuk berdiskusi terkait dengan ancaman tentara sekutu dan Belanda yang berniat menjajah kembali Indonesia. Dari pertemuan itulah kemudian lahir Resolusi Jihad yang dicetuskan KH Hasyim Ashari 22 Oktober 1945. Bahwa jihad adalah Fardhu Ain. Dari situlah kemudian seluruh kekuatan masyarakat sipil bergerak bersama melawan penjajah. Resolusi Jihad menjadi dasar perlawanan yang hukumnya wajib diikuti seluruh rakyat,” terang Gus Hasib.
Resolusi Jihad tambah Gus Hasib, memicu perang rakyat selama 4 hari di Surabaya. Yakni 26-29 Oktober 1945. Perang tersebut antara arek-arek Suroboyo dengan Brigade ke-49 Mahratta yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern (AWS) Mallaby yang terbunuh pada 30 Oktober 1945.
Perang rakyat empat hari itu terjadi akibat adanya seruan Resolusi Jihad PBNU yang dikumandangkan pada 22 Oktober 1945. Di lain sisi, terbunuhnya Jenderal AWS Mallaby memicu kemarahan tentara sekutu. Pada 9 November 1945, mereka mengeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya sebelum pukul 06.00 WIB.
Namun, rakyat menolak sehingga pertempuran kembali meletus. Pemuda Sutomo alias Bung Tomo meminta nasihat kepada Kiai Hasyim. Ia dikenal sebagai orator dalam Pertempuran 10 November 1945 yang membakar semangat arek-arek Surabaya, salah satunya dengan pekikan Allahu Akbar. Resolusi Jihad mempunyai dampak besar di Jatim. Seruan perang suci tersebut mendorong banyak rakyat sipil ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Baca juga: KBRI Tokyo Gelar Kolaborasi Wastra Nusantara dan Kimono