Channel9.id – Jakarta. Pengamat pendidikan Lody Paat mempertanyakan penggunaan PISA sebagai tolak ukur peningkatan nilai dalam lima strategi pendidikan holistik Mendikbud Nadiem Makarim. Menurutnya, PISA sudah banyak dikritik oleh ahli pendidikan di berbagai negara lantaran menghilangkan esensi pendidikan.
Diketahui, Mendikbud sudah menyusun lima strategi pendidikan holistik guna mengembangkan SDM Indonesia yang unggul. Peningkatan Nilai PISA menjadi tolak ukur keberhasilan itu.
“Mengapa perlu mengacu kepada PISA? Apa landasan teoritis dan empiriknya? PISA sudah dikritik secara terbuka oleh para ahli pendidikan di dunia,” kata Lody kepada wartawan, Sabtu (4/4).
Lody menyatakan, PISA sudah dikritik sejumlah akademisi pendidikan seluruh dunia. Sejumlah akademisi itu, mengkritik PISA dengan mengirimkan surat kepada Andreas Schleicher, Direktur Program OECD untuk Penilaian Siswa Internasional pada 2014. Dalam surat itu, mereka prihatin terhadap dampak tes PISA. Serta, menyerukan penghentian PISA untuk pengujian selanjutnya.
Dilansir dari The Guardian, surat itu berisi sejumlah kritik untuk PISA. Salah satunya, PISA dinilai berkontribusi membenarkan angka sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan.
“Misalnya, di AS, PISA telah dipanggil sebagai pembenaran utama untuk program “Race to the Top” baru-baru ini, yang telah meningkatkan penggunaan pengujian standar untuk evaluasi siswa, guru, dan administrator, yang memberi peringkat dan melabeli siswa , serta guru dan administrator sesuai dengan hasil tes yang secara luas diketahui tidak sempurna,” tulis isi surat itu.
Penilaian dengan sejumlah aspek yang terukur itu, menyebabkan hilangnya tujuan pendidikan.
“PISA mengalihkan perhatian dari tujuan pendidikan yang kurang terukur atau tak terukur seperti pengembangan fisik, moral, sipil dan artistik, sehingga mempersempit imajinasi kolektif kita mengenai apa itu pendidikan dan apa yang seharusnya,” lanjut isi tulisan itu.
Selain itu, PISA dengan siklus penilaian tiga tahun, menyebabkan kebijakan pendidikan sebuah negara hanya fokus menangani masalah pendidikan dalam jangka pendek. Tujuannya, bisa naik peringkat dengan cepat. Padahal, perubahan berkelanjutan dalam pendidikan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk melihat hasilnya.
Puluhan ahli itu pun mengkritik OECD sebagai organisasi pengembangan ekonomi. OECD dinilai terlalu besar mendukung sekolah sebagai sarana mempersiapkan siswa supaya mudah memperoleh pekerjaan. Padahal, hal itu bukan satu-satunya tujuan pendidikan.
“Itu bukan tujuan utama pendidikan publik. Ada tujuan seperti mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam pemerintahan mandiri yang demokratis, tindakan moral dan kehidupan pengembangan pribadi, pertumbuhan dan kesejahteraan.”
Tak kalah penting, PISA dinilai membahayakan perkembangan anak. Anak akan stres karena dibebani dengan sejumlah tes yang disodorkan. Selain itu, guru akan kehilangan otonominya sebagai pengajar.
“Yang paling penting: rezim PISA yang baru, dengan siklus pengujian global yang berkesinambungan, membahayakan anak-anak kita dan memiskinkan ruang kelas kita, karena hal itu pasti melibatkan lebih banyak dan lebih banyak baterai pengujian pilihan ganda, lebih banyak “vendor” yang dibuat dengan naskah pelajaran , dan kurang otonomi bagi guru. Dengan cara ini PISA semakin meningkatkan tingkat stres yang sudah tinggi di sekolah-sekolah, yang membahayakan kesejahteraan siswa dan guru. ”
(Hendrik)