Channel9.id-Jakarta. Keadaan industri telekomunikasi saat ini tak sehat lantaran banyak operator seluler yang rugi secara finansial. Demikian ungkap Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi.
“Kita juga bingung, kok rugi tapi masih jalan terus. Paling tidak konsolidasi menjadi pilihan. Sebenarnya sejak XL dan Axis, banyak operator yang mau konsolidasi, cuma persoalan frekuensi diambil sama pemerintah,” jelas Heru, belum lama ini, saat diskusi daring.
Diketahui, pada Maret 2014 lalu, XL Axiata mengakuisisi Axis dengan nilai USD 865 juta. Kemudian frekuensi bekas Axis dikembalikan ke negara, untuk kemudian dilelang oleh pemerintah.
Menurut Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi, proses merger atau akuisisi memang berat bagi perusahaan lantaran banyak pertimbangan.
“Dulu mau melakukan merger atau akuisisi karena ada yang diincar, operator ada yang kesulitan, baik keuangan atau sumber daya (frekuensi). Perihal sumber, frekuensi itu penting. Merger diharapkan menambah sumber daya, meski di sistem perundangan kita tak otomatis mendapat limpahan frekuensi,” ujar Ridwan.
Ia berpendapat, untuk mendapat frekuensi ‘tambahan’ bisa dilakukan dengan kerja sama frekuensi. Ie melanjutkan, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (PP Postelsiar) memberi kemudahan untuk berbagi frekuensi, yang tercantum pada Pasal 47-50. –an
“PP Postelsiar ini tidak secara spesifik memudahkan proses merger atau akuisisi. Sekarang dengan PP ini ada alternatif ada kerja sama (berbagi frekuensi) tadi,” tandas Ridwan.
“Ujung-ujungnya, Pak Menteri yang akan memberi pertimbangan, apakah kerja sama frekuensi itu diperbolehkan atau tidak. KPPU juga bisa turun tangan, kalau misalkan proporsinya sudah terlalu besar dengan pangsa pasarnya, tentunya jadi pertimbangan tersendiri untuk membatalkan setelah dilakukan post audit,” tutur dia.
(LH)