Nasional

Prabowo Klaim Angka Pengangguran Terendah Sejak 1998, Anies: Kedengaran Malah Sebaliknya

Channel9.id – Jakarta. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai turunnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional hingga menjadi yang terendah sejak krisis 1998. Anies menilai bahwa pernyataan Presiden Prabowo tidak menggambarkan kondisi nyata di lapangan.

Dalam video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Jumat (24/10/2025), Anies menyoroti kesenjangan antara data resmi pemerintah dan pengalaman masyarakat yang masih kesulitan mencari pekerjaan.

“Setahun sudah pemerintahan baru ini berjalan. Pak Presiden baru saja bilang bahwa angka pengangguran terendah sejak tahun 98. Bagus dong kalau gitu,” kata Anies, dilihat dari akun Instagram-nya, @aniesbaswedan, Sabtu (25/10/2025).

“Tapi kenapa obrolan sehari-hari yang kedengarannya malah sebaliknya? Susah cari kerja, lowongan seret, PHK di mana-mana. Nah kok bisa?” ujarnya.

Anies menjelaskan, penurunan persentase pengangguran tidak selalu berarti kondisi tenaga kerja membaik. Menurutnya, jumlah pengangguran absolut justru naik karena angkatan kerja yang semakin besar.

“Jadi presentasenya memang turun. Tapi jumlah orang nambah karena angkatan kerjanya membesar. Nah kita kejar-kejaran terus itu,” katanya.

Ia juga menyoroti penurunan kualitas pekerjaan yang tersedia. Anies menyebut jumlah pekerja paruh waktu meningkat, sementara pekerja penuh waktu menurun.

“Banyak yang dihitung itu disebut sebagai bukan pengangguran padahal mereka itu kerja part time dengan jam kerja dan penghasilan yang amat tidak layak,” ujar Anies.

Selain itu, Anies menilai mayoritas pekerja Indonesia masih berada di sektor informal. Kondisi ini membuat mereka rentan karena tidak memiliki perlindungan sosial maupun hukum yang memadai.

“Kalau informal itu artinya apa? Upahnya cenderung rendah, tidak punya perlindungan sosial, tidak punya perlindungan hukum yang cukup,” katanya.

Ia menambahkana, tingkat pengangguran di kalangan anak muda masih yang tertinggi. Padahal, kata dia, kelompok ini merupakan tenaga kerja yang paling bersemangat namun paling sulit mendapatkan pekerjaan.

“Anak muda itu paling semangat tapi paling sulit masuk ke tempat kerja,” ujar Anies.

Anies juga menyoroti kenaikan upah yang tidak sebanding dengan inflasi. Ia menyebut inflasi memang rendah, namun daya beli masyarakat tetap menurun karena pertumbuhan upah yang lebih kecil.

“Presiden bilang inflasi kita ini 2,3 persen. Masalahnya upah kita naiknya cuma 1,8 persen. Jadi ya masih kalah sama inflasi,” katanya.

Menurut Anies, ketimpangan antara data dan realitas membuat masyarakat merasa hasil pembangunan belum dirasakan. Ia menilai publik justru merasakan tekanan ekonomi yang meningkat.

“Pantas ya kalau banyak yang merasa apa yang ada di berita itu beda dengan apa yang ada di dompet. Di pasar sepi, cicilan makin berat, grup chat alumni isinya cari info loker (lowongan kerja),” ujar Anies.

Anies kemudian mendorong agar data ekonomi ditampilkan secara terbuka dan lengkap. Ia menilai keterbukaan data penting agar publik dapat mendukung langkah pemerintah dalam memperbaiki kondisi ketenagakerjaan.

“Kalau data dibuka dengan jujur, dengan lengkap, maka publik juga bisa dukung langkah pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja formal yang full time yang bermartabat,” katanya.

Ia menegaskan bahwa tanggung jawab utama ada di tangan pemerintah. Ia pun menyinggung kemungkinan Presiden Prabowo tidak mendapat data yang utuh mengenai kondisi ketenagakerjaan.

“Atau jangan-jangan presiden juga tidak diberi data yang lengkap ya,” kata Anies.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  39  =  45