Channel9.id – Jakarta. Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro mengatakan, Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran komite eksekutif (exco) PSSI paling bertanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan.
Dia pun mendesak mereka untuk mengundurkan diri sebagai tanggung jawab moral sebelum diadakannya Kongres Luar Biasa (KLB).
“Secara moral, Ketua PSSI dan seluruh Exco harus mundur sebagai penanggung jawab tertinggi dalam sepak bola di Indonesia. Dia memiliki otoritas tertinggi di Indonesia. Sehingga, seharusnya dia bertanggung jawab penuh. Setelah itu baru diadakan KLB,” ujar Ignatius saat dihubungi Channel9.id, Sabtu 29 Oktober 2022.
Baca juga: PSTI: Tragedi Kanjuruhan Kegagalan Koordinasi PSSI Kepada Polisi
Ignatius mengatakan, setelah para pengurus mundur, baru diadakan KLB untuk memilih pengurus baru. Langkah itu juga sebetulnya sesuai dengan rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan.
“Sayangnya, PSSI saat ini justru melakukan KLB sebelum adanya pengunduran diri,” ucapnya.
Ignatius sendiri berharap para pengurus itu digantikan pengurus baru yang memiliki integritas terhadap dunia sepak bola. Pengurus itu juga harus netral dan tidak ada kepentingan politik praktis.
“Karena kita tahu selama ini jabatan PSSI akan digunakan untuk kepentingan politik lain. Misalnya gubernur lah atau jabatan politik lain. Harus terbebas dari itu. Bersih tentunya dan juga tidak rangkap kepemilikan klub ganda. Ini kan mengganggu jalannya liga,” kata Ignatius.
Kemudian, Ignatius berharap para pengurus baru itu segera membuat cetak biru tata kelola sepak bola di Indonesia. Blueprint itu harus bisa mengintegrasikan Inpres Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional dan UU tentang Keolahragaan.
“Blue print sepak bola nasional harus bisa diselaraskan dengan Inpres dan juga UU. Itu yang bagus,” ujarnya.
Ignatius mengatakan, penyusunan cetak biru itu juga harus melibatkan para stakeholder. Menurut Ignatius, para stakeholder memiliki sejumlah masukan yang bisa memajukan dunia sepak bola Indonesia.
“Pertama misalnya untuk pembangunan liga yang profesional. Lalu pembangunan kompetisi untuk usia dini. Tentukan kita gunakan yang mana, sistem AS menggunakan kompetisi di sekolah atau mengikuti Eropa mengikuti akademi-akademi di tiap klub. Itu dimasukan dalam blue print sepak bola Indonesia. Lalu, kita jalankan secara konsisten dengan melibatkan seluruh stakeholder. Lalu bagaimana perbaikan suporter, memberikan jaminan keamanan dan pengamanan bagi suporter dalam suatu pertandingan,” ujarnya.
HY