Channel9.id – Jakarta. Pembacaan vonis hakim untuk lima terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J akan dimulai sejak Senin (13/2/2023) besok.
Kelima terdakwa ini yaitu mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Selasa (17/01/23), menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup karena dinilai telah terbukti secara meyakinkan melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Ferdy Sambo Langsung Ajukan Eksepsi Usai Pembacaan Surat Dakwaan
Meski demikian, keputusan vonis tetap berada di tangan hakim. Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra berpendapat bahwa hakim berperan sebagai tiang utama penegakan hukum dan menjaga kewibawaan peradilan.
Maka dari itu, menurutnya, hakim harus berani menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Sebab, dalam hukum pidana, pemberatan hukuman tersebut berlaku bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan kejahatan.
“Apalagi dalam hal ini berani merekayasa sebuah kejadian pidana, berupaya menghilangkan barang bukti. Jelas ini adalah kejahatan serius dan semestinya mendapat ancaman lebih berat,” ujar Azmi dalam keterangan tertulis, Minggu (12/2/2023).
Azmi mengatakan bahwa dalam kasus ini, hakim dapat mempergunakan keterangan terdakwa di luar persidangan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189 ayat 2 KUHAP.
Keterangan yang Azmi maksud merujuk pada fakta bahwa Ferdy Sambo tidak membantah semua kesaksian puluhan anggota kepolisian di tingkat pemeriksaan timsus. Selain itu, Ferdy Sambo telah membohongi Kapolri awal karena fakta yang disembunyikannya.
“Padahal di lain sisi, Ferdy Sambo membuat surat permintaan maaf pada institusi atas perbuatannya,” sambungnya.
Ditambah lagi, lanjut Azmi, keterangan Ferdy Sambo di persidangan yang berbelit-belit sehingga menyulitkan persidangan, sangat bertentangan dengan nota pembelaan (pledoi) yang minta dibebaskan. Menurut Azmi, hal itu membuat seolah-olah tidak ada perbuatan terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
“Jadi, ini sangat bertentangan dengan hasil pemeriksaan timsus Mabes Polri. Semestinya pembelaannya haruslah ditolak dan dikesampingkan,” ucap Azmi.
Ia pun meminta hakim agar tak terbelenggu pada konsep keadilan prosedural. Ia menegaskan, hakim dalam perkara ini seharusnya berani bersikap progresif menemukan hukum, karena yang terlihat yaitu lebih dominannya faktor pemberatan hukuman atas perbuatan Sambo.
“Sehingga, putusan hakim semestinya mencerminkan rasa keadilan rakyat, terutama bagi keluarga korban. Bukan pula mengesampingkan rasa keadilan masyarakat,” tegas Azmi.
HT