Channel9.id – Jakarta. Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar diskusi dan bahtsul masail dengan tema “Menyoal Dana Terorisme” di Jakarta pada Rabu, 8 Desember 2021.
LBM PWNU DKI Jakarta menyimpulkan bahwa karena masyarakat yang berdonasi sangat banyak dan tidak bisa diidentifikasi orang perorang, maka pemerintah yang wajib menyita aset kalangan teroris sesuai dengan sejumlah dana donasi yang diselewengkan ke kegiatan terorisme, sebab telah menipu dan merugikan dana umat dan masyarakat.
Hadir dalam kesempatan itu beberapa narasumber, yaitu AKBP Goentoro Wisnoe Tjahjono, S.Pd dari Densus 88, Direktur Wahid Foundation Mujtaba Hamdi, dan dua narasumber dari perwakilan LBM PWNU DKI Jakarta divisi kontra terorisme KH. Mujahiddin Nur dan KH. Shofa Ihsan.
Baca juga: PWNU DKI Jakarta Keluarkan Resolusi “Jihad Kemanusiaan Melawan Terorisme”
“LBM merekomendasikan bahwa; pertama, pemerintah menghukum segenap para pelaku terorisme sesuai dengan hukum yang berlaku. Kedua, menyita asset organisasi terorisme karena sudah merugikan keuangan masyarakat,” demikian keterangan tertulis yang disampaikan Ketua LBM PWNU DKI Jakarta, KH. Mukti Ali Qusyairi,Sabtu, 11 Desember 2021.
Ketiga, lanjutnya, aset hasil sitaan itu dialokasikan oleh pemerintah ke berbagai jalan kebajikan yang sesuai dengan label yang tertulis dalam kotak donasi, seperti pembangunan masjid, pesantren, jalan raya, yatim piyatu, dan mustadz’afin.
“Jika label yang tertulis dalam kotak donasi tidak ada pengkhususan dalam kegunaannya maka pemerintah dapat mengalokasikan harta sitaan itu ke jalan kebajikan secara umum sesuai dengan regulasi dan kebijakan,” terangnya.
Dalam bahtsul masail PWNU DKI Jakarta ada dua persoalan yang dibahas dan berhasil dirumuskan oleh para kiyai dan ibu nyai. Pertama, hukum penarikan donasi dari masyarakat dengan mengatasnamakan donasi kemanusiaan, yatim piatu, pembangunan masjid, atau atas nama kebajikan secara umum, akan tetapi kenyataannya digunakan untuk pendanaan teroris.
Kiai Asnawi Ridwan menyatakan bahwa, donasi umat dan masyarakat tersebut beragam niatnya, ada yang sedekah, hibah, hadiah, atau niat wakaf adalah sesuatu yang mulia dan dianjurkan agama untuk jalan kebaikan, seperti pembangunan masjid, sekolah, jalan raya, anak yatim, mustadz’afin, dan yang lainnya. Karena itu, katanya, umat dan masyarakat tertarik untuk mendonasikan sedikit uangnya.
“Akan tetapi ternyata dana donasi umat dan masyarakat oleh pengepul donasi digunakan sesuatu yang merusak dan berbahaya seperti terorisme, dan ini adalah haram dan harus dikecam sebagai perbuatan yang tercela dan menjijikan,” lanjut dia.
Demikian pula Ibu Nyai Amirah Nahrawi menyatakan bahwa penyelewengan dana donasi itu termasuk khiyanatu al-amanah, mengkhiyanati amanah yang dititipkan umat dan masyarakat yang diniatkan untuk jalan kebaikan diselewengkan untuk jalan keburukan seperti terorisme.
Tidak berhenti di situ, Ibu Nyai Dalliya Hadirotal Qudsiyah menyatakan bahwa setelah mengetahui bahwa ada khiyanatu al-amanah, maka pihak yang menyelewengkan dana wajib bertanggungjawab dengan mengembalikan sejumlah dana yang telah diselewengkan dengan digunakan untuk sesuatu yang diniatkan umat dan masyarakat sejak awal yaitu jalan kebaikan.
Kedua, adalah persoalan fa’i dan ghanimah yang digunakan oleh kalangan teroris dalam memberi pembenaran atas pencarian dan pembobolan ATM untuk pendanaan terorisme.
Kiai Achmad Fuad menyatakan bahwa, fa’i adalah mengambil harta orang non-muslim dengan cara merampas tanpa kekuatan perang. Sementara ghanimah adalah pampasan perang.
“Kalau dilihat dari definisi fa’i dan ghanimah, maka sesungguhnya fa’i dan ghanimah dalam wilayah-wilayah yang sedang berkecamuk peperangan, dan tidak berlaku dan tidak boleh dilakukan di negara-negara aman seperti Indonesia,” terangnya.
Dengan menyitir dari kitab Tasyri’ al-Jinaiy, Kiai Achmad Fuad menjelaskan bahwa selama di satu wilayah atau negara penduduk muslim diberi kebebasan menjalankan ibadah, maka negara tersebut adalah negara aman, dar al-salam, dan tidak boleh dikategorikan sebagai negara perang, dar al-harb.
“Kita tahu bahwa di Indonesia seluruh pemeluk agama diberi kebebasan dalam menjalankan dan mengamalkan ibadahnya masing-masing. Bahkan umat Islam diberi fasilitas dalam memudahkan menjalankan ibadah haji dan umrah. Sama sekali tidak ada larangan dalam melaksanakan ibadah,” terang dia.
Karena itu, lanjutnya, Indonesia adalah dar al-salam (negara aman), dan bukan dar al-harb (negara perang).
“Apa yang dilakukan para teroris adalah pencurian dan perbuatan kriminal yang diharamkan dan harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku,” tandas Kiyai Achmad Fuad
Sementara itu Goentoro Wisnoe Tjahjono, S.Pd dari Densus 88, menjelaskan bahwa sumber dana terorisme dihimpun dari infaq, dana dari organisasi teror luar negeri dan jaringan internasional, fa’i, donasi, crypto, dan pinjaman online.
“Dana tersebut digunakan untuk gaji pengurus struktural JI, akomodasi dan tempat pembinaan, persediaan logistik, transportasi, bantuan modal usaha kepada anggota, dan aksi teror. Pendanaan terorisme juga untuk perekrutan, pendoktrinan, i’dad (latihan) fisik, bom dan senjata,” katanya.
Pengurus LBM PWNU DKI Jakarta yang hadir di forum bahtsul masail, yaitu KH. Mukti Ali Qusyairi, KH. Zainul Ma’arif, Kiai Ahmad Fuad, Kiai Ali Mursyid, Kiai Saepullah, Ibu Nyai Dalliya Hadirotal Qudsiyah, Ibu Nyai Amirah Nahrawi, Ibu Nyai Izza Farhatin Ilmi, Kiai Faruq Hamdi, Kiai Roland Gunawan, Kiai Sapri Saleh, Kiai Agus Khudhori, Kiai Ahmad Hilmi, Kiai Suyuthi, Kiai Kam Taufiq, Kiai Imam Sobarul Azim, Kiai Muhammad Khoiron, Kiai Ade Pradiansyah, Kiai Fairuz Abadi, Kiai Fakhrurazi, Kiai Mahfudz Rozak, Kiai Didit Soleh, dan Kiai Jamaluddin Junaidi serta Kiai Asnawi Ridwan selaku perumus.