Channel9.id-Jakarta. Kepakaran mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dipertanyakan,setelah 20 tahun kemudian baru sadar kebijakan IMF membantu Indonesia dalam krisis ekonomi 1997-1998 salah arah.
Saat menghadapi krisis moneter 1997-1998, Dana Moneter Internasional IMF memang tidak hanya di minta saran dan nasehat-nasehatnya. Namun, juga gelontoran pinjaman dengan syarat-syarat yang memberatkan ekonomi Indonesia.
Namun, itu semua baru disadari oleh ekonom sekelas Boediono. Boediono baru menyadari IMF salah memberi resep untuk kembali meningkatkan likuiditas keuangan Indonesia yang menguap secara cepat.
Atas saran IMF Pemerintah menutup 16 bank yang kala itu menguasai 3 sampai 4 persen aset perbankkan nasional. Penutupan 16 bank yang tanpa payung pengamaninilah yang kemudian menimbulkan rush. “Ada dampak psikologis di masyarakat,” katanya di Jakarta Rabu (28/11).
Padahal, beberapa ekonom yang tidak menganut mashab neoliberal jauh-jauh hari sudah mengingatkan adanya malpraktek dari IMF yang membuat ekonomi Indonesia sulit pulih dan tidak bisa berlari cepat seperti negara-negara tetangga yang tidak meminta bantuan IMF.
Salah satu ekonom yang konsisten kritis terhadap IMF adalahEkonom Senior Dr. Rizal Ramli. Daririset Channel9.id, saat IMF dipuja-puja sebagai dewa penyelamat oleh sebagaian ekonom Indonesia, hanya mantan Menteri Keuangan di Era Presiden AbdurrahmanWahid ini yang sudah kritis soal resiko ekonomi masuknya IMF. Dalam satu wawancara dengan Tempo Interaktifdi Jakarta, 1997 Ekonom dari Boston University ini dengan gamblang mengatakanbahwa “IMF hanya tukang amputasi saja,” katanya,
Tidak itu saja, dalam tulisannya di Wall Street Journal Journal pada 15 Januari 2002, Rizal Ramli secara tegas menyebutkan “IMF Malpractice”. RR panggilang —akrab Rizal Ramli— menyajikan data kerusakan ekonomi berkepanjangan di banyak negara yang masuk perawatan IMF.
Para ekonom yang berpikir teknokratik untuk menyelamatkan ekonomi nasional, memang tidak seharusnya baru sadar ketika tak lagi berkuasa. Mereka dituntut kemampuan forecasting untuk meramalkan ekonomi bangsa mau kemana? Bukan menggerutu setelah kebijakan yang diambil membuat rakyat banyak terkena imbasnya.