Nasional

Rancangan Perpres Terorisme, Hendardi: Kemunduran Reformasi Sektor Keamanan

Channel9.id-Jakarta.  Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pelibatan TNI untuk melawan terorisme menuai kritik. TNI dinilai akan menguasai pemberantasan terorisme dari hulu ke hilir. Bahkan, rancangan Perpres tersebut dinilai sebagai kemunduran reformasi keamanan. Hal itu disampaikan Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam keterangan tertulisnya, Senin (03/08).

“Setelah genap dua dasawarsa pemisahan TNI-Polri melalui TAP MPR VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri, agenda reformasi sektor keamanan mengalami kemunduran paling serius jika Rancangan Perpres Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme disahkan menjadi Perpres,” ujar Hendardi.

Hendardi menyatakan, alih-alih menuntaskan reformasi sektor keamanan, Pemerintah justru terus menerus memanjakan TNI dengan berbagai privilege pelibatan dalam berbagai kehidupan sipil tanpa batas-batas yang jelas.

“Pelibatan tanpa batas dan tanpa akuntabilitas, menjadikan TNI leluasa menangkal, menindak dan memulihkan tindak pidana terorisme, bebas mengakses APBD atas nama terorisme, termasuk bebas dari tuntutan unfair trial dan praperadilan manakala TNI keliru dalam melakukan penindakan tindakan terorisme,” tuturnya.

Tak hanya itu, Hendardi menilai Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf menjadi kepemimpinan terlemah dalam menjalankan reformasi sektor keamanan lantaran merusak desain TNI dan Polri.

“TNI sebagai alat pertahanan dan Polri sebagai instrumen menjaga keamanan, menciptakan ketertiban dan menegakkan hukum,” katanya.

Lebih lanjut Hendardi mengatakan, pelibatan TNI sesungguhnya dimungkinkan pada tingkat tertentu dimana eskalasi ancaman masuk dalang lingkup ancaman militer, dan dijalankan dengan perintah otoritas politik. Karenanya, lanjutnya, diperlukan definisi yang jelas tentang “Aksi Terorisme” yang menjadi Tupoksi TNI dan “Tindak Pidana Terorisme” yang menjadi ranah aparat penegak hukum, agar tidak terjadi potensi tumpang tindih peran.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, RPerpres tersebut sudah disetujui pemerintah dan dikirimkan ke DPR pada 29 Juli 2020 lalu. Hendardi menilai hal tersebut sebagai bentuk keengganan pemerintah membela mandat reformasi TNI karena dengan mudah meloloskan kehendak politik TNI memasuki kehidupan sipil secara sistematis.

“Mahfud MD tampaknya kurang cermat dan menjadikan RPerpres tersebut mutlak membuka ruang partisipasi publik, dibahas secara terbuka dan tidak dilakukan dengan tergesa-gesa,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

58  +    =  68