Channel9.id-Cina. Raleigh Smith Duttweiler sedang mengurus cucian dirumahnya dan tiga anaknya sedang bermain video game Maincraft di lantai atas saat ia mendengar berita NPR mengenai peraturan di Cina yang melarang para anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun untuk bermain video game lebih dari tiga jam dalam seminggu, Rabu (1/9/2021).
“Ide yang tidak buruk,” ujar Duttweiler yang bekerja sebagai humas. “Insting orang Amerika saya mengatakan: Ini adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM dan kalian tidak berhak untuk mengatur aktivitas kami di rumah kami sendiri,” tuturnya.
“Tapi dilain sisi, memang tidak baik untuk anak-anak kita bermain video game berlebihan. Dan saya akan lebih mudah menyuruh anak-anak saya untuk berhenti bermain game, saya hanya tinggal bilang ‘pak polisi yang bilang’,” pungkas Duttweiler.
Baca juga: Anak-Anak di Cina Cuma Boleh Main Game 3 Jam Per Minggu
Bagi Duttweiler dan keluarga-keluarga lainnya di luar Cina, berita soal peraturan Cina itu – yang dikatakan dibuat untuk mencegah anak-anak dalam kecanduan terhadap apa yang mereka sebut “opium spiritual” – menekankan adanya tantangan kebebasan terhadap bermain game di rumah sendiri, terutama di masa pandemi ini.
Pemerintah Cina menyatakan kalau peraturan baru tersebut merupakan sebuah respon terhadap adanya kekhawatiran kalau video game dapat mempengaruhi mental dan fisik anak-anak, kekhawatiran yang juga dirasakan oleh para orang tua dan ahli di AS.
Paul Morgan, seorang ayah dari dua anak dan juga profesor di Penn State yang mempelajari penggunaan alat-alat elektronik, melihat adanya kekurangan dalam peraturan tersebut sambil mengakui adanya tantangan dalam mengatur jam bermain anak-anak. “Alat elektronik ini ada dimana-mana. Sulit bagi anak-anak untuk lepas darinya,” ujar Morgan.
Walaupun begitu efek negatif karena terlalu sering melihat layar memang benar adanya untuk, yang sebagian besar juga dikarenakan mengurangi jam tidur atau berolahraga. Pelarangan itu juga tidak mengatur soal bermain sosial media, yang mana juga sama bahayanya, terutama untuk remaja-remaja perempuan. Dan untuk beberapa orang, seperti anak-anak yang mempunyai disabilitas, bisa mendapatkan banyak manfaat dari bermain video game.
Shira Weiss, yang bekerja sebagai wartawan di New Jersey seputar teknologi-teknologi termasuk video game, melihat ada manfaat dalam peraturan tersebut yang dapat membuat anak kembarnya masih dapat bermain video game dengan teman-temannya, namun ada batas waktu seberapa sering mereka dapat bermain video game.
“Saya rasa peraturan Cina itu bagus. Kalian masih bisa bermain video game, tapi ada batas waktunyam” ujar Weiss. Dengan nada bercanda ia berkata “Tak bisakah mereka datang ke sini dan membuat peraturan seperti itu di rumah saya?”.
Michael Gural-Maiello, yang bekerja dalam pengembangan bisnis di sebuah perusahaan mesin dan mempunyai seorang putra 11 tahun, merasa kalau orang tualah yang harusnya mengatur jam bermain anak-anak.
“Saya rasa pemerintah tidak bisa ikut campur mengenai bagaimana anak-anak harus menghabiskan waktunya. Secara umum, Cina mempunyai citra yang buruk dalam produk-produk teknologi. Saya akan lebih khawatir kalau anak-anak saya menggunakan aplikasi Cina yang dapat mencuri data pribadi daripada anak saya yang hanya bermain video game di rumah,” ujarnya.
(RAG)