Oleh: Faishal Rahman*
Channel9.id-Jakarta. Koperasi telah lama diniatkan menjadi pilar utama perekonomian Indonesia. Para pendiri bangsa mengharapkan koperasi berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan inklusivitas ekonomi. Namun, harapan menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional masih jauh panggang dari api. Hingga akhir 2024 silam, kontribusi koperasi terhadap PDB nasional diperkirakan baru mencapai 6,2%.
Pemerintah memang telah berupaya mengembangkan koperasi agar lebih kompetitif dan relevan. Salah satunya melalui penyaluran dana bergulir bagi koperasi, yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM (LPDB-KUMKM). Awal Januari silam, LPDB-KUMKM melaporkan, pencapaian penyaluran dana bergulir mereka di tahun 2024 terbilang sangat baik. LPDB sanggup menyalurkan dana sebesar Rp1,907 triliun, melampaui target Rp1,85 triliun yang ditetapkan pemerintah.
Dana bergulir ini menjadi instrumen strategis dalam memperkuat permodalan koperasi. Sebanyak 130 koperasi telah menerima manfaat, dengan pola konvensional mencapai Rp1,11 triliun dan pola syariah sebesar Rp795 miliar. Keberhasilan ini tidak hanya mencerminkan efektivitas LPDB-KUMKM, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam menjaga tingkat Non-Performing Loan (NPL) di angka 1,99 persen, yang relatif terkendali dibanding sektor keuangan lainnya.
Namun, tantangan besar masih dihadapi dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Salah satunya adalah rendahnya literasi keuangan dan manajerial di kalangan pengurus koperasi. Menurut ekonom (alm) Faisal Basri (2023), banyak koperasi masih menghadapi kesulitan dalam mengakses pembiayaan karena lemahnya tata kelola dan kurangnya transparansi dalam laporan keuangan. Selain itu, infrastruktur digital koperasi juga masih tertinggal sehingga menghambat transformasi digital dalam operasional mereka.
Menurut National Cooperative Business Association (2024), koperasi yang berhasil bertahan dan berkembang adalah yang mampu mengadopsi teknologi serta membangun sinergi dengan ekosistem keuangan. Di Indonesia, koperasi masih menghadapi kendala dalam digitalisasi sistem keuangan, yang menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan akses terhadap modal dan memperluas jaringan usaha.
Keberlanjutan koperasi sebagai sokoguru perekonomian juga bergantung pada kebijakan yang mendukung ekosistem koperasi secara menyeluruh. Menurut Direktur LPDB-KUMKM, Supomo (2024), keberhasilan program dana bergulir harus diikuti dengan penguatan regulasi yang mendorong koperasi lebih adaptif terhadap perubahan ekonomi global. Tanpa kebijakan yang progresif, koperasi akan sulit bersaing dengan entitas bisnis lain yang lebih fleksibel dalam merespons dinamika pasar.
Beberapa koperasi di dunia telah membuktikan bahwa model bisnis koperasi dapat tumbuh besar dan bahkan menyaingi korporasi. Crédit Agricole Group di Prancis, misalnya, merupakan salah satu lembaga keuangan terbesar di Eropa yang beroperasi sebagai koperasi. REWE Group di Jerman menunjukkan bagaimana koperasi ritel dapat berkembang menjadi jaringan besar dengan keunggulan rantai pasok yang efisien.
Groupe BPCE di Prancis juga menjadi contoh sukses koperasi yang mendominasi sektor perbankan dengan strategi inovatifnya. Di Korea Selatan, Nonghyup telah membangun ekosistem yang kuat bagi petani dengan dukungan finansial dan teknologi modern. Mondragon Corporation di Spanyol adalah bukti bahwa koperasi dapat bersaing di sektor manufaktur dan teknologi global.
GRC, Ekonomi Digital dan Sektor Kreatif
Menurut Johnston Birchall (2021), koperasi besar dunia memiliki beberapa kesamaan yang membuat mereka sukses, yaitu tata kelola yang profesional, investasi berkelanjutan dalam inovasi, serta keterlibatan aktif anggota dalam pengambilan keputusan. Mereka juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang memberi insentif bagi koperasi untuk berkembang.
Koperasi dengan jumlah anggota yang besar menghadapi tantangan dalam menjaga efisiensi dan efektivitas operasional. Salah satu kunci keberhasilan adalah penerapan Governance, Risk, and Compliance (GRC). Menurut Birchall (2021), koperasi besar di dunia seperti Mondragon Corporation dan Crédit Agricole mampu bertahan karena memiliki sistem manajemen yang transparan, berbasis partisipasi anggota, serta menerapkan kebijakan pengelolaan risiko yang ketat.
Governance dalam koperasi harus memastikan bahwa keputusan strategis diambil secara demokratis tanpa mengorbankan kecepatan dan efisiensi. Penggunaan teknologi digital dalam rapat anggota, sistem pemungutan suara elektronik, serta aplikasi manajemen keanggotaan dapat meningkatkan transparansi dan mempercepat proses pengambilan keputusan.
Dalam aspek Risk Management, koperasi harus memiliki strategi mitigasi risiko yang jelas, termasuk perlindungan terhadap likuiditas, diversifikasi usaha, serta pengelolaan aset yang profesional. Sementara itu, dalam aspek Compliance, kepatuhan terhadap regulasi dan standar akuntansi menjadi fondasi utama dalam menjaga kredibilitas koperasi di mata anggota dan pemangku kepentingan lainnya.
Untuk menjadikan koperasi di Indonesia lebih relevan, beberapa langkah strategis perlu diambil. Pertama, koperasi harus mengadopsi tata kelola yang lebih modern dengan transparansi keuangan yang lebih baik. Kedua, digitalisasi harus menjadi prioritas utama agar koperasi dapat bersaing di era ekonomi digital.
Ketiga, diversifikasi usaha perlu dilakukan agar koperasi tidak hanya bertahan dalam satu sektor tetapi mampu berkembang ke sektor lain yang lebih menguntungkan. Keempat, kebijakan pemerintah harus lebih berpihak pada koperasi dengan memberikan insentif pajak, kemudahan akses pembiayaan, serta regulasi yang mendukung pertumbuhan koperasi.
Murray Fulton (2022) menyatakan, koperasi yang ingin terus relevan harus memiliki strategi bisnis yang jelas, investasi dalam teknologi, serta kemitraan yang kuat dengan ekosistem bisnis yang lebih luas. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, koperasi di Indonesia dapat berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang mampu bersaing di tingkat global dan benar-benar menjadi sokoguru perekonomian nasional.
Tapi, pikirkan pula, siapa lagi yang mau menjadi anggota koperasi? Maukah anak-anak muda berkoperasi? Nah, agar koperasi tetap relevan bagi generasi muda, inovasi dan modernisasi sangat penting. Menurut Fulton (2022), generasi muda lebih tertarik pada koperasi yang memiliki nilai tambah dalam ekonomi digital dan sektor kreatif. Oleh karena itu, koperasi harus mengembangkan model bisnis yang berbasis teknologi, seperti platform berbagi ekonomi atau e-commerce berbasis koperasi.
Selain itu, edukasi koperasi harus dimulai sejak dini, baik melalui kurikulum pendidikan maupun kampanye yang menunjukkan bagaimana koperasi dapat menjadi solusi ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Jika koperasi dapat mengadopsi strategi ini, maka generasi muda akan lebih tertarik untuk bergabung dan berkontribusi dalam membangun koperasi yang lebih modern dan kompetitif.
Baca juga: GRC untuk Kemajuan UMKM Indonesia
*Peneliti SigmaPhi Indonesia