Hukum

Usai diperiksa KPK, Rizal Ramli Jelaskan Krisis 1998

Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli Jumat pagi (19/7). Rizal dipanggil KPK dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) periode 2000-2001. Ia dianggap mengerti persoalan aset yang menyebabkan pemerintah Indonesia harus menyuntikkan dana BLBI.  

Sebelumnya Rizal dijadwalkan diperiksa pada pekan lalu, Rabu (11/7). Namun, kala itu Rizal tak memenuhi panggilan penyidik dan meminta penjadwalan kembali.

Rizal akhirnya memenuhi panggilan KPK tadi pagi pukul 10.00 WIB,  dan baru keluar sekitar pukul 12.00 WIB.

“Sudah selesai, nyaris 2 jam sebetulnya, kan saya diminta jadi saksi ini untuk kasus yang nyaris sama sudah tiga kali 2017, 2018, 2019,” ujar Rizal kepada para wartawan. “Pada dasarnya menyangkut misrepresentasi dari aset-aset yang disahkan,” lanjut dia.

Rizal menjelaskan apa yang telah dia sampaikan kepada KPK, terkait krisis moneter pada 1997-1998. Ia menyebut, krisis moneter saat itu terjadi karena dipicu oleh pihak swasta yang memiliki banyak utang. Namun, mereka tidak mampu membayar hutang tersebut.

“Ada satu grup, Sinarmas pada waktu itu sangat ekspansif, terbitkan bond US$8 miliar, ternyata tidak mampu bayar kupon ya jadi default, yang lain-lainnya juga pada default, utang pemerintah maupun swasta,” jelas Rizal. 

Ketika itu, lanjutnya, belum ada peraturan yang melarang bank untuk memberikan kredit terhadap perusahaan yang ada dalam satu grup dengan bank tersebut atau legal lending limit. Hal tersebut menyebabkan bank-bank tersebut kolaps saat IMF menaikkan tingkat suku bunga Bank Indonesia dari 18 persen menjadi 80 persen, tambahnya.

Rizal menambahkan, akibatnya pemerintah terpaksa memberikan suntikan dana dengan apa yang disebut Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Suntikan dana inilah yang harus di bayar oleh bank-bank tersebut sebagai utang tunai.

“Tapi pada masa pemerintahan Pak Habibie, Menteri Keuangan Bambang Subianto sama Kepala BPPN dilobi supaya enggak usah bayar tunai tapi bayar aset,” ujar dia.

Namun, kata dia, tidak semua perusahaan memberikan aset yang jelas dokumen dan perizinannya. Menurut Rizal, hal inilah yang membuat utang tersebut tidak terbayar. 

“Seandainya pada waktu itu tetap BLBI ini dianggap sebagai hutang tunai, pemerintah Indonesia malah selamat karena utang tunai harus dibayar terus plus bunga,” jelas dia.

Saat dirinya diangkat menjadi Kemenko Kemaritiman pada 2000, Rizal mempelajari hal tersebut dan memerintahkan agar perusahaan-perusahaan memberikan personal guarantee kepada pemerintah. Tujuannya adalah agar posisi pemerintah menjadi lebih kuat.

Rizal berharap KPK dapat segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang besar. Apalagi, katanya, masa kepemimpinan KPK periode 2015-2019 sudah hampir selesai.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  2  =