Channel9.id – Jakarta. Komitmen Fee 10 persen dalam proyek e-KTP yang diberikan kepada DPR dan Kemendagri, tidak melibatkan anggota Konsorsium yang berasal dari BUMN.
Hal itu disampaikan oleh Andi Agustinus dalam sidang e-KTP dengan terdakwa Husni Fahmi eks Ketua Tim Teknis Pengadaan KTP Elektronik dan Isnu Edhy Wijaya, mantan Direktur Utama PNRI.
“Saat itu sebelum mulai tender, kami anggota konsorsium kumpul, dihadiri oleh semua anggota, saya menyampaikan ada komitmen fee sebesar 10 persen, dengan rincian 5 persen ke DPR dan 5 persen untuk Kemendagri,”jelasnya.
Andi menambahkan dalam rapat tersebut Isnu Edhy Wijaya dari PNRI bilang bahwa BUMN tidak bisa melakukan seperti itu. “Sedangkan dari Sucofindo menyampaikan dengan nilai biaya bimtek sekarang ini kami sudah rugi, tidak bisa memberikan komitmen fee,” jelasnya.
Mendengar hal tersebut, Paulus Tanos dari PT Sandipala menyampaikan bahwa biar swasta saja yang akan mengatur komitmen fee. BUMN yang terlibat dalam konsorsium pun kemudian tidak dilibatkan dalam proses pemberian komitmen fee tersebut. Ada tiga BUMN yang ikut dalam konsorsium PNRI, yakni Perum PNRI, Sucofindo dan PT LEN, sedangkan dua lainnya adalah swasta PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra.
Permintaan komitmen fee sebesar 10 persen disanggupi oleh Andi Agustinus dan Paulus Tanos dihadapan Irman Mantan Dirjen Dukcapil. Tanpa dihadiri oleh anggota konsorsium yang lain. Jatah untuk DPR diambil dari software/hardware yang dikerjakan oleh PT Quadra Solution, sedangkan 5 persen untuk Kemendagri diambil dari percetakan PT Sandipala.
“Maka nya porsi pekerjaan percetakan di awal, PT Sandipala jauh lebih besar ketimbang Perum PNRI,” jelas Andi. Pada awalnya perum PNRI hanya mendapatkan pekerjaan 40 juta blanko, sedangkan Sandipala 132 juta blanko, 172 juta personalisasi dan distribusi.
Menurut Andi, pada saat proses lelang e-KTP konsorsium – konsorsium yang terlibat umumnya menyertakan para pemodal, seperti halnya Murakabi ia berasumsi yang memberikan modal adalah Setya Novanto, karena ada keponakannya Irvanto, PNRI ada Andi dan Paulus Tanos, sedangkan Mega Global terhubung dengan Irman.
Pemodal atau bohir inilah yang disinggung oleh Anang Sugianto dari PT Quadra Solution ketika awal pertama kali bergabung dengan Konsorsium. “waktu saya ketemu dengan dari Pak Isnu, ketika sedang penjajakan disampaikan kalau proyek e-KTP ini bohirnya Andi,” jelasnya.
Bohir yang dimaksud oleh Anang adalah orang yang menyediakan kebutuhan finansial untuk modal kerja bukan untuk suap menyuap. Nyatanya memang Andi memberikan pinjaman modal kepada Anang dalam mengerjakan proyek e-KTP ini.
“Karena ini kan proyek besar sekali, seperti saya katakan tadi, saya sendiri belum tentu ikut kalau tidak ada jaminan nanti tidak ada yang memodali. Jadi hal utamanya adalah modal,” jelasnya.
Sebenarnya untuk menghindari adanya praktek suap menyuap, anggota konsorsium sudah menandatangani adanya pakta integritas. Ïsi dari pakta integritas prinsipnya adalah setiap anggota konsorsium tidak boleh ada yang bermacam-macam, tidak boleh melakukan suap-menyuap.
“Dan itu ditanda tangani oleh seluruh anggota konsorsium,” tambah Anang.
Didalam Pakta Integritas disebutkan,
butir (2)
Masing-masing anggota konsorsium sepakat dan berkomitmen untuk tidak memberikan janji dan imbalan hadiah atau apapun juga dalam bentuk lain kepada pihak ketiga lainnya dan atau tindakan lain yang terkait secara langsung atau tidak langsung sehubungan dengan pengadaan proyek e-ktp elektronik tersebut diatas.
Butir (3)
Masing-masing anggota konsorsium bertanggungjawab secara sendiri-sendiri sepakat untuk tidak mengikat kepada anggota konsorsium lainnya maupun konsorsium secara kesatuan terhadap kelalaian atau tindakan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan kesepakatan pakta integritas terhadap tindakan yang dilakukan oleh masing masing anggota konsorsium secara sendiri-sendiri.
Atas dasar tersebut Anang menyampaikan jika terjadi suap menyuap kepada pejabat maka yang bertanggungjawab adalah masing-masing anggota Konsorsium.